Rupiah Semakin Loyo Terpengaruh Sinyal Penaikan Suku Bunga The Fed
Nilai tukar rupiah kembali terpuruk di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Kejatuhan rupiah ini seiring dengan rencana bank sentral AS, Federal Reserve, menaikkan suku bunga acuannya pada September 2018.
Kepala Divisi Asesmen Makroekonomi Bank Indonesia (BI) Fadjar Majardi mengatakan, sinyal penaikan suku bunga Fed Funds Rate membuat mata uang sejumlah negara melemah termasuk rupiah.
"Kemarin rapat FOMC (Federal Open Market Committee) ada sinyal kenaikan suku bunga lagi. Juga, ada kebijakan trade war AS-Tiongkok dengan mengenakan tarif 25% dan Tiongkok lakukan hal yang sama," kata dia, di Manado, Jumat (24/8).
BI memastikan terus memantau perkembangan dari nilai tukar rupiah. Fadjar menyatakan, bank sentral memutuskan untuk melakukan kebijakan preemptive atau menyerang dengan menaikkan BI 7-day (Reverse) Repo Rate terlebih dulu pada Agustus 2018.
(Baca juga: DBS Prediksi Nilai Tukar Rupiah Rp 14.600 pada Akhir 2018)
Sementara itu, Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BCA) David Sumual menuturkan bahwa pelemaan kurs rupiah agaknya belum menjadi masalah bagi pengusaha karena depresiasi terjadi perlahan.
"Menurut kami, selama perlahan maka pengusaha bisa menyesuaikan. Mereka bisa survive tapi kalau terjadi sudden change bisa banyak masalah," kata dia saat dihubungi secara terpisah.
Pergerakan nilai tukar rupiah terus di atas nilai fundamentalnya. Tidak tertutup kemungkinan pelemahan kurs ini mencapai level Rp 15.000 per dolar AS. Oleh karena itu, imbih David, respon BI ke depan bakal sejalan dengan arah kebijakan The Fed.
Mengacu kepada data Bloomberg diketahui, nilai tukar rupiah Jumat (24/8) di level Rp 14.660 per dolar AS. Angka ini melemah 0,15% terhadap penutupan perdagangan Kamis (23/8). Pergerakan kurs hari ini terpantau antara 14.652 - 14.662.