Bank Dunia Prediksi Defisit Transaksi Berjalan Hingga Akhir Tahun 2,4%
Bank Dunia memperkirakan defisit transaksi berjalan (current account deficit / CAD) menyentuh level 2,4% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada pengujung tahun ini. Alasannya, akselerasi kinerja ekspor tetap kalah dibandingkan dengan pertumbuhan impor.
Ekonom Utama Bank Dunia di Indonesia Frederico Gil Sander mengatakan, proyeksi defisit transaksi berjalan 2,4% terhadap PDB tersebut mengindikasikan adanya pelebaran. Pasalnya, sepanjang tahun lalu CAD di posisi 1,7% terhadap PDB.
"Pelebaran CAD terjadi di tengah peningkatan harga minyak mentah dunia dan pertumbuhan investasi peralatan produksi yang memicu bertambahnya impor, termasuk impor barang setengah jadi," katanya, di Jakarta, Kamis (20/9).
Posisi defisit transaksi berjalan pada kuartal kedua tahun ini mencapai 3,04% terhadap PDB atau setara US$ 8 miliar. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan periode kuartal pertama sebesar US$ 5,7 miliar.
(Baca juga: Risiko Investasi Indonesia Meninggi akibat Defisit Transaksi Berjalan)
Bank Dunia menyatakan, guna menahan defisit transaksi berjalan maka Indonesia membutuhkan lebih banyak investasi asing (foreign direct investment / FDI). Sampai dengan pertengahan 2018, pertumbuhan investasi dimotori sektor manufaktur.
Upaya teranyar untuk menekan defisit transaksi berjalan dengan menaikkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Impor. Kebijakan ini dinilai belum menunjukkan hasil maksimal dalam waktu dekat. Pendapat yang sama dilontarkan untuk kebijakan penundaan proyek-proyek yang tidak mendesak.
Frederico menilai bahwa dua kebijakan tersebut bahkan berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tapi, komitmen pemerintah dalam menjaga stabilitas dan risiko berbagai sektor usaha diyakini mampu mempertahankan laju perputaran roda perekonomian.
Menurutnya, pemerintah Indonesia memiliki reputasi yang baik dalam upaya menjaga kestabilan fundamental makroekonomi domestik. "Ini sebenarnya berkontribusi kepada kepercayaan investor," tutur Frederico. (Baca juga : Ekspor Turun, Neraca Dagang Agustus 2018 Defisit US$ 1,02 Miliar)
Meneropong CAD pada tahun depan, Bank Dunia memproyeksikan defisit stabil di posisi 2,3% terhadap PDB. Perkiraan ini dibuat dengan mempertimbangkan tekanan terhadap kurs rupiah yang kemungkinan lebih ringan.
Aspek lain ialah semakin banyak investasi yang menyasar produksi barang-barang modal sehingga kebutuhan impor dapat disubtitusi. Selain itu, pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang berpotensi melandai terutama Amerika Serikat dan Tiongkok.
(Baca juga: Perang Dagang AS-Tiongkok Memanas, RI Berpeluang Rebut Pasar Ekspor)
Terkait dengan kenaikan tarif PPh barang-barang konsumsi impor, menurut Project Consultant Asian Development Bank Institute Eric Sugandi, kebijakan ini perlu dilakukan secara cermat.
"Jangan sampai menimbulkan reaksi balasan dari negara mitra dagang. Dan jangan sampai juga terjadi kelangkaan barrang yang malah menimbulkan tekanan inflasi," ujarnya kepada Katadata.co.id secara terpisah.
Selain menata kinerja ekspor dan impor, defisit transaksi berjalan juga dapat dikikis dengan mengurangi defisit neraca jasa. Contohnya, menggunakan asuransi dan maskapai domestik untuk kebutuhan pengiriman barang, serta mengurangi intensitas wisata ke luar negeri.
Jalan lain yang perlu ditempuh ialah mengurangi kepemilikan asing di pasar surat berharga negara (SBN) secara bertahap. Tapi, penurunan ini bukan melalui regulasi melainkan dengan meningkatkan keterlibatan investor domestik.
"Itu (mengurangi porsi asing) juga butuh waktu. Tapi, memang butuh waktu untuk membenahi CAD," ucap Eric. (Baca juga: BI Pantau Imbal Hasil Surat Berharga Tenor 10 Tahun Tetap Menarik)