Jokowi dan Prabowo Beda Pendapat soal Invansi Negara Asing
Calon presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto berbeda pendapat mengenai persiapan menghadapi perang terbuka. Jokowi menilai anggaran alat utama sistem pertahanan (alutsista) bukan prioritas, karena dalam waktu 20 tahun lagi tak ada lagi perang terbuka dengan negara lain.
Sementara itu Prabowo menilai potensi perang terbuka terjadi dalam 20 tahun ke depan. Dia membagi pengalamannya saat menjadi tentara pada 1974 pimpinannya mengatakan tak akan ada perang.
"Tiba-tiba 1975 meletus Perang Tomor-Timur. Aduh, siapa yang memberi briefing itu? Tidak boleh menganggap tidak ada perang," kata Prabowo di Hotel Shangri La, Jakarta, Sabtu (30/3).
(Baca: Jokowi Kenalkan Istilah Dilan, Prabowo Pilih Teknologi Lama)
Prabowo mengatakan sebaiknya Panglima Tertinggi TNI tak boleh menganggap tidak ada perang. "Apabila menghendaki damai, siaplah untuk perang. Karena laut dan hutan kita kaya," kata Prabowo.
Dia menyatakan bila menjadi presiden dia akan mengubah arahannya. "Menurut saya penyakit bangsa Indonesia, kok berani laporan ke Panglima Tertinggi seperti itu. Ini bukan salah bapak, tapi perlu bapak cek lagi briefing tersebut," kata dia.
(Baca: Prabowo Bakal Janji Tambah Anggaran Pertahanan dalam Debat Keempat)
Jokowi mengatakan perkiraan tidak ada perang tersebut merupakan bentuk perkiraaan dari tim intelijen strategis. "Intelejen strategis memperkirakan, namanya memperkirakan bisa betul, bisa keliru," kata dia.
Jokowi mengatakan ke depannya yang diperlukan penguasaan teknologi dan siber sangat diperlukan dalam pertahanan ke depan. Dia menyatakan pemasangan radar udara telah dilakukan di 19 titik dan radar maritim sudah 11 titik.
"Kita semua setuju anggaran pertahanan harus ditingkatkan, tapi ada skala prioritas. Sekarang kami mengerjakan skala prioritas di infrastruktur dan ke depannya di SDM," kata dia.