Menteri Rini Disebut Minta Hak Prioritas BUMN Kelola Wilayah Tambang
Pemerintah bersiap menerbitkan revisi Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (PP Minerba). Namun, berdasarkan informasi yang diperoleh katadata.co.id, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno masih meminta adanya penyempurnaan atas naskah revisi tersebut.
Disebut-sebut terdapat dua poin penting yang menjadi catatan Rini. Pertama, perlunya penambahan ketentuan berupa hak prioritas bagi BUMN dalam mendapatkan wilayah tambang. Ini termasuk wilayah tambang kelolaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang kontraknya segera berakhir.
Kedua, perlunya perubahan dalam salah satu pasal agar luas wilayah izin usaha pertambangan (IUP) pemegang PKP2B yang diperpanjang tidak melebihi 15.000 hektar. Ini agar sesuai dengan Undang-Undang Minerba. Kedua poin tersebut tertulis dalam surat balasan dari Rini kepada Menteri Sekretarif Negara Pratikno yang meminta paraf atas naskah revisi (draf RPP Minerba).
Katadata.co.id memperoleh salinan surat tersebut pada Senin (1/4). Konfirmasi telah diupayakan dengan menghubungi Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno maupun Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono. Namun, hingga berita ini ditulis, belum ada jawaban.
Dalam pembukaan surat berlabel “rahasia” tersebut tertulis, kekayaan sumber daya alam termasuk minerba merupakan kekayaan negara yang pengusahaannya harus dilakukan secara optimal untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Maka itu, BUMN sebagai kepanjangan tangan negara perlu diberikan peran yang lebih besar.
Di sisi lain, pemerintah telah menugaskan BUMN pertambangan untuk melakukan hilirisasi batu bara dalam rangka meningkatkan nilai tambah guna meningkatkan atau menghemat devisa negara. Maka itu, dibutuhkan kebijakan yang mendukung.
Terdapat dua poin usulan penyempurnaan draf RPP Minerba yang tertulis dalam surat. Berikut rinciannya:
1. Perlu penyelarasan pada Pasal 112 draf RPP Minerba dimaksud dengan Pasal 62 dan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), mengingat dengan pengaturan Pasal 112 draf RPP dimaksud akan mengakibatkan luasan wilayah IUP pemegang PKP2B yang memperoleh perpanjangan akan melebihi 15.000 hektar, melebihi batas yang diatur dalam Pasal 62 dan Pasal 83 UU Minerba.
2. Perlu pengaturan tambahan dalam RPP Minerba untuk penguatan peran BUMN, sebagai berikut:
a. Hak prioritas BUMN atau yang dipersamakan dengan BUMN dalam mendapatkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) atau Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) bagi Kontrak Karya (KK) atau PKP2B yang sudah berakhir.
b. Penegasan mengenai kewenangan dalam penerbitan IUP dan IUPK bagi BUMN atau yang dipersamakan dengan BUMN oleh Menteri ESDM tanpa kewajiban memperoleh rekomendasi terlebih dahulu dari Pemerintah Daerah.
c. Akuisisi saham oleh BUMN atau yang dipersamakan dengan BUMN dalam rangka divestasi saham.
Delapan Perusahaan Pemegang PKP2B yang Kontraknya Segera Berakhir
Berdasarkan data Kementerian ESDM, terdapat delapan perusahaan pemegang PKP2B Generasi I yang berakhir masa kontraknya pada periode 2019-2026.
Rinciannya, PT Tanito Harum telah habis kontrak pada 14 Januari 2019, PT Arutmin Indonesia akan berakhir kontraknya pada 1 November 2020, PT Kendilo Coal Indonesia pada 13 September 2021, PT Kaltim Prima Coal pada 31 Desember 2021.
Kemudian, PT Multi Harapan Utama pada 1 April 2022, PT Adaro Indonesia pada 1 Oktober 2022, PT Kideco Jaya Agung pada 13 Maret 2023, dan PT Berau Coal pada 26 April 2025.
Adapun PKP2B boleh mengajukan perpanjangan kontrak paling cepat lima tahun atau paling lambat satu tahun sebelum kontrak berakhir. Ketentuan mengenai hal ini akan diatur dalam revisi Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.