Bus Listrik Anak Bangsa, Ramah Lingkungan dan Bertenaga Besar

Dwi Hadya Jayani
4 Juli 2019, 09:38
Ilustrasi salah satu bus listrik Transjakarta yang bekerja sama dengan Bakrie Autoparts di Balaikota DKI Jakarta, April 2019.
Instagram/Anies Baswedan
Ilustrasi salah satu bus listrik Transjakarta yang bekerja sama dengan Bakrie Autoparts di Balaikota DKI Jakarta, April 2019.

Bus listrik karya Mobil Anak Bangsa (MAB) resmi dijual di Indonesia. Selasa (2/7) lalu, MAB telah menandatangani Service Procurement Agreement dengan PT Paiton Energy selaku pembeli bus listrik.

Service Procurement Agreement tersebut menyepakati tiga hal. Pertama, MAB menjual bus listrik sepanjang 12 meter. Kedua, MAB menjual dan memasang pusat pengisian daya (charging station) berkapasitas 120 KW. Ketiga, MAB akan menyediakan layanan purnajual (after sales service) selama lima tahun kepada konsumennya.

MAB juga menandatangani nota kesepahaman (MOU) dengan Perusahaan Penumpang Djakarta (PPD). Isi dari MOU adalah MAB akan memasok bus listrik dan kendaraan listrik termasuk menyediakan suku cadang dan layanan purnajual yang berlaku selama satu tahun. PPD akan memesan 500 unit bus listrik secara bertahap untuk dioperasikan sebagai armada di rute koridor Transjakarta maupun feeder busway Transjakarta.

MAB merupakan pelopor pertama yang menginisiasi usaha bidang bus listrik di tanah air. Selain MAB, Grup Bakrie melalui PT Bakrie Autoparts juga sudah masuk ke bidang usaha sejenis serta bekerja sama dengan PT Transjakarta.

Presiden Direktur MAB Leonard mengatakan, MAB masih terkonsentrasi untuk angkutan massal. Selain itu, biaya untuk mengembangkan mobil listrik yang berukuran kecil dengan penumpang sedikit lebih mahal dari bus listrik yang berpenumpang banyak.

(Baca: Hyundai Motor Bangun Basis Produksi di Indonesia 2021)

Spesifikasi dan Harga Bus Listrik MAB yang Ramah Lingkungan

Bus listrik MAB yang ramah lingkungan ini pertama kali muncul di Gaikindo Indonesia International Commercial Vehicle Expo (GIICOMVEC) pada Maret 2018. MAB mengklaim banyak perusahaan swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memesan produk bus listriknya. Pada tahap awal, bus listrik MAB akan dipasarkan di Jabodetabek. Sementara untuk kota besar lainnya masih dijajaki.

Tahun ini, bus listrik MAB akan diproduksi hingga mencapai 100 unit lebih. Dalam jangka panjang bus listrik MAB ditargetkan mampu merakit 100 unit bus listrik setiap bulan.

Perakitan bus listrik MAB dilakukan secara bertahap, dimulai dengan 25 unit bus listrik dalam sebulan. Perakitan dilakukan di PT Karoseri Anak Bangsa, Demak, Jawa Tengah.

Bus listrik MAB didesain dengan warna biru yang beraksen hijau. Panjang bus listrik MAB 12 meter dengan lebar 2,5 meter dan tinggi 3,8 meter. Sementara jarak sumbu roda bus listrik MAB 5.950 mm dengan ground clearance 250 mm.

MAB membuat dua desain bus, yaitu bus berlantai rendah (lower deck) dan berlantai tinggi (high deck) untuk bus listrik dalam kota yang selaras dengan kebutuhan halte terpilih. Kapasitas bus listrik MAB mencapai 60 penumpang.

Selain itu, bus listrik MAB dilengkapi dengan pendingin udara TSD-LE berspesifikasi 400-800 VDC. Bus listrik MAB ini digerakkan dengan motor listrik HYYQ 800-1.200 dengan tipe permanent magnetic synchronous motor (PMSM). Motor ini dapat menghasilkan tenaga sebesar 200 KW dengan torsi maksimal 2.400 Nanometer (Nm). MAB mengklaim tenaga ini setara dengan 268,2 tenaga kuda.

Torsi bus listrik MAB lebih besar dari bus konvensional yang beredar di Indonesia. Sebagai contoh Mercedes-Benz OH1526 6.400 cc hanya mengeluarkan torsi sebesar 950 Nm. Baterai yang digunakan bus listrik MAB adalah LifePo 576 V 450 Ah. Baterai ini berkapasitas 259,2 kilowatt hour (kWh) dengan berat 2.290 kg. Pengisian daya baterai dari posisi kosong hingga penuh membutuhkan waktu selama 2,5 jam.

Bambang Tri Soepandji, Technical Director MAB menyatakan bahwa bus listrik MAB dapat digunakan untuk jarak pendek dan jauh. Ia menjelaskan bahwa MAB sedang dalam uji coba rute antarkota sejauh 300 km. “Bisa untuk jarak tempuh Jakarta-Bandung sekali pengisian,” ujar Bambang. Selain itu, bus listrik MAB mampu dipacu dengan kecepatan hingga 120 km per jam.

Harga dari bus listrik MAB bervariasi dari rentang Rp 4 miliar hingga Rp 5 miliar. Harga ini ditentukan dari standar baterai dan sasis. Staf Manajemen MAB, Kelik Irwantono, menjelaskan apabila konsumen meminta spesifikasi tertentu, seperti material bahan yang digunakan, daya baterai, dan lain sebagainya maka harga jualnya akan disesuaikan.

(Baca: Transjakarta Catat Sudah 13 Ribu Penumpang Menjajal Bus Listrik)

Perpres Kendaraan Listrik Masih Belum Disahkan

Meskipun bus listrik MAB sudah siap untuk mengaspal, tetapi regulasi mengenai kendaraan bermotor listrik belum juga disahkan. Pada rapat koordinasi (rakor) percepatan program kendaraan bermotor listrik untuk transportasi jalan, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan Peraturan Presiden (Perpres) terkait Percepatan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai akan selesai pada awal 2019.

“Perpres ini sudah selesai. Saat ini hanya tinggal mengonfirmasi satu kata dan sedang menjadi sedikit perdebatan di Kemenperin dengan kementerian yang lain,” ujar Moeldoko.

Perdebatan yang dimaksud karena masalah kepemilikan saham. Hal ini dikarenakan syarat perusahaan asing yang ingin membuat pabrik kendaraan listrik berbasis baterai di Indonesia 51% sahamnya harus dimiliki oleh investor lokal.

Meskipun belum disahkan, pemerintah mendukung penuh perkembangan kendaraan listrik di Indonesia. Hal ini terlihat dari kehadiran Moeldoko untuk meresmikan stasiun pengisian daya (charging station) untuk kendaraan listrik di Gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Republik Indonesia (BPPT RI) pada Rabu (5/12/2018).

Direktur Teknis MAB Bambang Tri Soepandji menyatakan tidak ada kendala terkait infrastruktur pengisian daya. Hal ini lantaran pihak operator bus listrik akan bersinergi dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk menentukan posisi stasiun pengisian dan rute bus listrik.

Dalam Perpres tentang Percepatan Kendaraan Listrik, pemerintah memberikan insentif, baik untuk konsumen dan produsen kendaraan listrik. Pengamat Energi Fabby Tumiwa menilai, kunci pengembangan kendaraan listrik adalah harga yang terjangkau. Hal senada disampaikan Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio. Jika tidak ada insentif, harga kendaraan listrik akan lebih mahal 30-40%.

(Baca: Toyota Investasi Rp 28 Triliun untuk Bangun Mobil Listrik di Indonesia)

(REVISI: Artikel ini diperbarui pada Jumat, 5 Juli 2019, pukul 22.15 WIB, dengan mengubah paragraf ke-4 dan keterangan fotonya).

Reporter: Dwi Hadya Jayani

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...