Menteri Enggar Sebut Penggabungan Kemenlu dan Kemendag Masih Dikaji
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengungkapkan wacana peleburan Kementerian Perdagangan dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) masih dikaji oleh Presiden Joko Widodo. Menurut dia, belum ada kepastian apakah wacana tersebut akan dijalankan pada pemerintahan baru atau tidak.
“Tentunya Presiden sedang terus melakukan kajian. Saya tidak tahu, tapi itu sepenuhnya hak Presiden baik nomenklatur maupun isinya,” kata dia di Gedung Sarinah, Jakarta Pusat, Minggu (6/10).
Ia pun mengaku belum mengetahui struktur organisasi bila penggabungan dilakukan. “Belum pasti, belum ada sesuatu. Tunggu saja setelah tanggal 20 Oktober,” ujarnya. Pada 20 Oktober, Presiden dan Wakil Presiden terpilih bakal dilantik dan setelah itu akan mengumumkan formasi kabinet.
(Baca: Pos Baru Kabinet Jokowi, Kementerian Ekspor Digabung Luar Negeri )
Yang jelas, kata Enggar, keputusan Presiden harus diikuti oleh semua pihak. Meski begitu, ia pernah mengatakan bahwa penggabungan Kemenlu dan Kemendag tidak mudah. Ada perbedaan karakteristik antara diplomasi yang dilakukan Kemenlu dengan negosiasi dagang yang dilakukan Kemendag.
Selama ini, menurut dia, Kemenlu lebih menangani tugas diplomasi ekonomi. Namun, diplomasi tersebut tidak secara spesifik mencakup negosiasi perdagangan. Sehingga apabila nanti digabungkan dengan Kemendag, akan ada tantangan tersendiri. Sebab, negosiasi perdagangan memerlukan keahlian khusus.
Negosiasi dagang meliputi pembahasan teks perjanjian yang melibatkan perbedaan hukum dan tata bahasa setiap negara. Selain itu, negosiasi dagang menghadapi permintaan masing-masing negara. Karena itu, Kemendag telah memiliki Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (PPI), yang khusus menangani negosiasi perdagangan berbasiskan data.
(Baca: Pengusaha Minta Jokowi Tunda Perubahan Nomenklatur Kementerian)
"Saya belum bisa temukan satu tim negosiator yang kuat selain tim PPI," ujar dia. Menurut dia, Direktorat PPI dapat meminimalisir masalah sengketa yang kerap terjadi akibat minimnya pemahaman dalam penyusunan aturan. Meski begitu, dia juga mengaku cukup terbantu dengan diplomasi ekonomi yang dilakukan Kemenlu untuk memuluskan negosiasi dagang.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menyampaikan perubahan struktur pos kementerian saat pertemuan para pemimpin redaksi berbagai media massa. Awalnya dia ingin membuat Kementerian Ekspor, namun kemudian digabung dengan Kementerian Luar Negeri.
Dua kementerian tersebut diperlukan karena pemerintah akan serius meningkatkan investasi dan ekspor untuk menekan defisit neraca perdagangan yang menjadi momok persoalan negeri.
"Semula ada kementerian ekspor tapi kemudian dalam prosesnya kemungkinan akan digabungkan menjadi Kementerian Luar Negeri dan Ekspor," kata Jokowi.
Kepala Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi menyambut baik rencana Jokowi untuk menyerahkan tugas urusan ekspor dan perundingan luar negeri kepada Kementerian Luar Negeri. "Supaya koordinasi antarpemerintah lebih baik," ujar dia.