Ombudsman Nilai Sanksi untuk Penunggak Iuran BPJS Tak Akan Efektif
Ombudsman RI selaku lembaga pengawas pelayanan publik menilai, sanksi pencabutan layanan publik terhadap penunggak iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan perlu dikaji ulang. Sanksi-sanksi tersebut juga diperkirakan tak akan efektif.
"Apa kaitannya sertifikat tanah dengan iuran BPJS? Kan tidak masuk akal dan belum tentu efektif. Untuk apa menerapkan sesuatu yang tidak efektif?" kata Alamsyah dalam acara Ngopi Bareng Ombudsman di Kantor Ombudsman, Jakarta, Rabu (23/10).
Pemerintah kini memang tengah menyiapkan aturan yang secara otomatis menjalankan sanksi pencabutan layanan publik bagi peserta BPJS kesehatan yang menunggak pembayaran iuran. Layanan publik yang berpotensi dicabut, antara lain pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) dan passpor.
Sanksi layanan publik tersebut sebenarnya sudah tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 86 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial.
(Baca: Ragam Sanksi Layanan Publik bagi Penunggak Iuran BPJS Kesehatan)
Regulasi itu juga mengatur mengenai sanksi tidak bisa mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Izin Mengemudi (SIM), sertifikat tanah, paspor, dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) bila menunggak membayar iuran BPJS Kesehatan.
Ketimbang menerapkan sanksi, menurut dia, pemerintah lebih baik menjadikan keanggotan dan pembayaran iuran BPJS Kesehatan sebagai syarat administratif pinjaman kredit. "Salah satunya bisa persayaratan administratif dalam pengajuan kredit," ucap dia.
Dengan persyaratan tersebut, ia menjelaskan, pemberi kredit juga bisa menilai potensi apakah orang tersebut sanggup melunasi kredit atau akan menunggak. Hal ini, menurut dia, lebih relevan dibandingkan pemberian sanksi berupa pencabutan layanan publik.
Alamsyah juga menilai, besaran kenaikan iuran BPJS Kesahatan yang direncanakan pemerintah terlalu mengagetkan masyarakat. Meski begitu, ia tetap setuju dengan adanya kenaikan iuran. "Tapi ya kalau bisa jangan langsung 100%, seharusnya bertahap," ujarnya.
(Baca: Kemenkeu Sebut Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Berpeluang Lebih Kecil)
Berdasarkan usulan pemerintah, iuran BPJS Kesehatan untuk peserta mandiri akan naik hingga dua kali lipat dan berlaku Januari 2020. Iuran peserta mandiri kelas I akan dinaikkan dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu, kelas 2 dari Rp 55 ribu menjadi Rp 110 ribu, dan kelas 3 dari Rp 25.500 menjadi Rp 42 ribu seperti tergambar dalam databooks di bawah ini.
Pemerintah juga mengusulkan batas upah yang dikenakan untuk perhitungan iuran pegawai swasta atau peserta penerima upah dari badan usaha dan pemerintah dengan persentase 5% dari upah. Sedangkan formulasi upah untuk pegawai swasta dinaikkan dari Rp 8 juta menjadi Rp 12 juta dan diusulkan berlaku Januari 2020.
Kemudian, batas upah untuk pegawai pemerintah diusulkan naik dari semula hanya mencakup gaji pokok dan tunjangan keluarga, ditambah dengan tunjangan kinerja. Kenaikan untuk pembayaran iuran BPJS Kesehatan ini diusulkan berlaku mulai Oktober 2019.