Tak Tercapai di Periode Satu, Jokowi Kendurkan Target Kemudahan Bisnis

Agustiyanti
31 Oktober 2019, 16:49
Pemandangan gedung gedung bertingkat di Jakarta (30/10/2019). Pertumbuhan ekonomi melambat di kuartal III 2019 hanya sampai kisaran 4,95 persen hingga 5,05 persen sehingga Indonesia tertinggal dari negara Laos (6,5 persen), Myanmar (6,6 persen), Filipina
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Pemandangan gedung gedung bertingkat di Jakarta (30/10/2019). Pertumbuhan ekonomi melambat di kuartal III 2019 hanya sampai kisaran 4,95 persen hingga 5,05 persen sehingga Indonesia tertinggal dari negara Laos (6,5 persen), Myanmar (6,6 persen), Filipina (5,8 persen), dan Vietnam (6,6 persen).

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadila mengaku mendapat tugas dari Presiden Joko Widodo untuk memperbaiki peringkat kemudahan berbisnis Indonesia dari saat ini di posisi 73 ke 50 besar. Target ini sedikit longgar dibandingkan ambisi Jokowi pada periode pemerintaan pertama yang menargetkan Indonesia bisa masuk peringkat 40 besar dalam kemudahan berbisnis.

Bahlil menjelaskan pada 2014 saat transisi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Jokowi, peringkat daya saing Indonesia berada di posisi 149. Peringkat tersebut sempat turun drastis pada 2017 ke peringkat 72, lalu turun ke peringkat 73 pada 2018 dan stagnan pada tahun ini.

"Pak Presiden sudah sampaikan ke kami minimal harus masuk peringkat 50 besar," ujar Bahlil dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (31/10).

(Baca: BKPM Catat Realisasi Investasi Kuartal III Naik 18,4% Jadi Rp 205,7 T)

Untuk itu, menurut Bahlil, pihaknya akan segera berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Perekonomian untuk merealisasikan target tersebut. Pihaknya berharap agar seluruh sinkronisasi dalam urusan kemudahan berusaha dilimpahkan kepada BKPM sehingga dapat bekerja secara maksimal.

"Pak presiden sampaikan ke kami, minat investor yang ingin masuk ke Indonesia itu banyak, tapi begitu masuk ke depan pintu, keluar lagi," ungkap dia.

Oleh karena itu, menurut dia, BKPM akan berupaya semaksimal mungkin ke depan untuk membantu investor agar dapat berinvestasi di Tanah Air. Pasalnya, menurut dia, dibutuhkan investasi mencapai Rp 1.000 triliun hingga Rp 1.200 triliun untuk mendorong perekonomian tumbuh di kisaran 6% hingga 7%.

"Kami juga diminta untuk memperkuat UMKM dan mendorong penciptaan lapangan kerja. Maka, kami juga akan mendorong agar investasi yang masuk bekerja sama dengan investor lokal dan mampu menciptakan lapangan kerja," jelas dia.

Sebelumnya, Laporan Bank Dunia tentang kemudahan berbisnis di Indonesia atau Ease of Doing Business (EoDB) 2020 yang baru dirilis menunjukkan Indonesia masih berada pada peringkat ke-73 dari 190 negara.

Dalam laporan tersebut, Indonesia masih tertinggal dari Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, Ukiraina, Armenia, dan Uzbekistan. Meski berada peringkat yang sama, Indonesia sebenarnya mencatakan kenaikan skor dari 67,96 pada tahun lalu menjadi 69,6 poin.

Peringkat kemudahan berbisnis Indonesia pada tahun ini jauh dari target yang dicanangkan Jokowi pada 2016. Pada tahun kedua pemerintahannya, Jokowi menargetkan Indonesia bisa mendapat peringkat ke-40 dalam hal kemudahan berbisnis pada 2019.

Saat itu, Indonesia berada di peringkat ke-91. Sejumlah terobosan pun kala itu disiapkan guna mencapai target tersebut, antara lain pemangkasan regulasi yang hingga kini masih didengungkan. Peringkat Indonesia pun sempat naik signifikan 19 peringkat ke posisi 72, tetapi turun tahun lalu ke posisi 73.

Sebelumnya, laporan Global Competitiveness Index (GCI) 2019 yang dirilis World Economic Forum  menyebut peringkat daya saing Indonesia turun 5 peringkat ke posisi 50 dari 141 negara yang disurvei. Demikian pula skor daya saing Indonesia pada 2019 turun 0,3 poin ke level 64,6 poin dari skala 0-100 seperti terlihat dalam databoks di bawah ini. 

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...