TNI Tak Cocok di Natuna, Pemerintah Perkuat Bakamla lewat Omnibus Law

Image title
7 Januari 2020, 08:14
Luhut Pandjaitan, Bakamla, badan keamanan laut, Perairan Natuna, Sengketa Natuna, Tiongkok masuk perairan Natuna
ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut penempatan TNI di Zona Ekonomi Eksklusif Perairan Natuna saat ini tak sesuai dengan aturan pergaulan internasional.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memastikan, peran Badan Keamanan Laut atau Bakamla akan diperkuat melalui omnibus law keamanan laut. Saat ini, aturan tersebut tengah digodok pemerintah dan ditargetkan rampung dalam tiga bulan ke depan. 

"Semua kewenangan coast guard itu akan jadi satu ada di Bakamla," ujar Luhut di Jakarta, Senin (7/1). 

Dengan memperkuat kewenangan Bakamla, menurut Luhut, TNI tak perlu dikerahkan untuk menangani masalah seperti yang saat ini terjadi di wilayah Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia Perairan Natuna. Penempatan TNI di ZEE dinilai tak cocok dengan aturan pergaulan internasional. 

"TNI sebenarnya tidak propper . Itu tidak dibenarkan dalam aturan pergaulan internasional. Kalau terus diambil alih TNI kesannya kita sangar banget," ungkap Luhut.

 (Baca: Perkuat Patroli di Natuna, Pemerintah Bangun Empat Kapal Baru)

Pekan lalu, kapal coast guard Tiongkok masuk wilayah perairan Natuna Utara dan diusir KRI Tjiptadi-381. Namun hingga Minggu (5/1), kapal tersebut masih bertahan di Natuna sehingga TNI menambah kekuatan untuk mengusir kapal-kapal tersebut.

Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri lantas melayangkan protes terhadap pemerintah Tiongkok. Namun Beijing menolak protes dengan alasan nelayan mereka telah lama melaut di wilayah yang dekat dengan Kepulauan Spratly itu.

 “Tiongkok memiliki kedaulatan atas Kepulauan Nansha (Spratly) dan memiliki hak yuridiksi atas perairan itu," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Geng Shuang, dalam jumpa pers di Beijing pada Selasa (31/12) lalu.

Adapun ke depan, pemerintah berencana  membangun empat kapal baru untuk memperkuat patroli di wilayah perbatasan, khususnya Laut Natuna Utara. Dua kapal akan berjenis fregat dan dua lainnya adalah offshore patrol vessel. 

(Baca: Tiongkok Masuk Laut Natuna, Jokowi: Tak Ada Tawar-menawar Kedaulatan)

Guru Besar Hukum Interasional UI Hikmanto Jumawa sebelumnya menjelaskan, lokasi Laut Natuna Utara yang dimasuki coast guard dan kapal nelayan yang merupakan ZEE sebenarnya tak berada di laut teritorial, melainkan laut lepas. Namun dalam konsep ZEE, sumber daya alam yang ada di wilayah itu diperuntukkan secara eksklusif bagi negara pantai atau disebut hak berdaulat.

"Dalam konteks yang dipermasalahkan Natuna Utara adalah hak berdaulat, sehingga situasinya bukan akan perang karena pelanggaran kedaulatan. Kalaupun ada pelibatan TNI-AL, ini dalam rangka penegakan hukum," jelas dia. 

Saat ini, TNI memiliki tugas untuk menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional yang diatur dalam Pasal 9 ayat (2) UU TNI. Adapun yang dimaksud wilayah laut yurisdiksi nasional salah satunya adalah ZEE.

Reporter: Tri Kurnia Yunianto
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...