Deretan Penelitian untuk Menemukan Antivirus Corona di Tiga Negara
Penyebaran virus corona (Covid-19) yang cepat membuat negara-negara di dunia harus berpacu dengan waktu untuk segera menemukan antivirus atau vaksin untuk menangkal virus tersebut. Iran mengklaim tengah menguji vaksin yang mampu memberantas virus corona.
Seperti dilansir al-monitor.com, pusat riset medis yang terafiliasi dengan Korps Penjaga Revolusioner Islam Iran (IRGC) akan menguji klinis vaksin tersebut. Brigadir Jenderal Alireza Jalali, Presiden Universitas Ilmu Medis Baqiatollah, mengatakan pihaknya menunggu diterbitkannya izin dari Organisasi Pengawas Obat-obatan dan Makanan Iran sebelum memasuki fase klinis.
Dalam pernyataan yang dirilis 4 Maret lalu, Organisasi Pengawas Obat-obatan dan Makanan Iran membantah segala laporan dan rumor di media sosial yang menyebutkan sudah ada terobosan untuk memerangi virus corona. Organisasi itu juga tidak memberi tanggapan terhadap pengumuman badan riset IRGC tersebut.
IRGC juga menyebutkan bahwa mereka tengah mengembangkan perangkat penguji (testing kit) virus corona dalam 12 bulan ke depan. Kelangkaan perangkat penguji merupakan salah satu faktor yang menghambat penanganan epidemi virus corona di negara tersebut.
Pekan lalu, Menteri Kesehatan Iran Saeed Namaki dalam suratnya kepada Pemimpin Besar Ayatollah Ali Khameini mengatakan, Iran akan segera menunjukkan kepada dunia upayanya menundukkan virus corona. Pernyataan pejabat pemerintah Iran itu ternyata tak digubris warganya.
Beberapa warga masyarakat malah menimbun peralatan medis. Namaki menyatakan tindakan penimbunan tersebut sangat merugikan masyarakat dan pekerja medis yang benar-benar membutuhkan peralatan pelindung, seperti masker.
Berdasarkan pemetaan yang dilakukan oleh John Hopkins CSSE, kasus infeksi virus corona di seluruh dunia hingga Jumat (6/3) pukul 08.50 WIB, terdapat 98.369 kasus sedangkan jumlah korban jiwa mencapai 3.383 orang. Tiongkok mencatat kematian terbanyak, yakni 2.931 jiwa disusul Italia 148 jiwa dan Iran 107 jiwa. Jumlah pasien yang berhasil sembuh di dunia mencapai 55.398 orang.
(Baca: Cegah Corona, Kemenlu Larang Pendatang dari Iran, Italia, dan Korsel)
Penelitian Vaksin di Tiongkok dan AS
Sejauh ini, upaya untuk menemukan antivirus atau obat yang mampu mengobati infeksi virus corona masih harus menempuh jalan panjang. Berikut ini daftar negara-negara yang melakukan penelitian untuk menemukan vaksin maupun obat penangkal virus corona.
1. Tiongkok
Tiongkok sejak akhir Januari lalu dikabarkan telah memiliki kandidat untuk antivirus corona. Obat bernama Remdesivir itu diuji coba oleh Gilead Sciences Inc., perusahaan bioteknologi asal Amerika Serikat.
Para ilmuwan menemukan bahwa Remdesivir dan Chloroquine (obat antimalaria) yang diproduksi Gilead sangat efektif dampaknya ketika diuji coba ke Covid-19 di laboratorium. Laporan para ilmuwan tersebut diterbitkan di jurnal Cell Research, Selasa (4/2).
Selain Remdesivir, Tiongkok juga mencoba terapi dengan plasma darah yang diambil dari para pasien Covid-19 yang sudah sembuh. Plasma darah tersebut digunakan untuk memproduksi antibodi yang akan memperkuat imunitas tubuh terhadap virus corona.
2. Amerika Serikat
Seperti dilansir vox.com, Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI) bekerja sama dengan Biomedical Advanced Research and Development Authority (BARDA) memiliki tujuh kandidat vaksin untuk melawan virus corona, berikut ini daftarnya.
a. Perusahaan bioteknologi Inovio Pharmaceuticals yang bermitra dengan Beijing Advaccine Biotechnology mendapatkan hibah dari CEPI untuk mengembangkan vaksin Covid-19 yang disebut INO-4800. Inovio dikenal karena memiliki vaksin MERS yang sudah diujicobakan kepada manusia. Saat ini vaksin tersebut memasuki fase pra-uji klinis.
b. Virus corona menjadi ancaman bagi kesehatan global setelah merebaknya SARS dan MERS. Wakil Direktur Vaccine Research Center di National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID), Barney Graham, mengatakan NIAID telah mempelajari struktur molekuler dari keluarga virus ini dalam beberapa tahun terakhir dan akan segera membuat vaksinnya.
Vaksin mRNA-1273 dari NIAID dan Moderna menggunakan teknologi yang menginjeksikan kode genetik ke dalam otot manusia sehingga sel otot itu akan memproduksi viral protein. "Ketika protein itu bisa diproduksi sendiri, sistem kekebalan tubuh akan mengambil alih dan melakukan tugasnya (melawan virus corona)," kata Graham.
c. Perusahaan bioteknologi CureVac juga mendapatkan pendanaan dari CEPI untuk vaksin mRNA yang mirip dengan yang dikembangkan oleh NIAID dan Moderna. Menurut CEO CureVac Daniel Menichella, vaksin tersebut bisa memberikan kekebalan tubuh terhadap Covid-19 dalam dosis yang rendah. Kandidat vaksin ini juga masih dalam tahap pra uji klinis.
d. Janssen, perusahaan bioteknologi milik Johnson & Johnson, mengembangkan vaksin berbasis vektor yang terbukti efektif untuk melawan virus Ebola. Mereka membuat virus non-replikasi dengan menambahkan sedikit genetika dari virus corona. Vaksin ini akan disuntikkan ke dalam otot seseorang untuk menghasilkan protein.
Jika protein yang dihasilkan tepat, akan timbul reaksi yang mendorong kekebalan tubuh. "Kami akan memulai uji coba pada manusia pada musim gugur tahun ini," kata Perwakilan Janssen, Hanneke Schuitemaker.
e. Sanofi Pasteur yang bekerja sama dengan BARDA memiliki pendekatan berbeda. Sanofi tidak menyuntikkan protein virus ke dalam otot manusia untuk menghasilkan vaksin. Mereka memproduksi sendiri versi protein tersebut.
Sanofi telah memproduksi vaksin untuk virus flu dengan cara ini. Oleh karena itu, produksi vaksin antivirus corona ini diprediksi bisa dilakukan dengan cepat. "Kami akan melakukan uji coba pada manusia dalam satu tahun," ujar Kepala Riset dan Pengembangan Vaksin Global Sanofi, John Shiver, seperti dikutip vox.com.
(Baca: Khawatir Corona, Arab Saudi Perluas Larangan Umrah )
f. GSK bermitra dengan Clover Biopharmaceuticals (perusahaan bioteknologi asal Tiongkok) dan University of Queensland menambahkan beberapa bahan ke dalam sejumlah vaksin untuk meningkatkan efektivitasnya. GSK menyatakan, vaksin ini akan diuji coba secepat mungkin.
g. Pusat penelitian vaksin di Baylor College of Medicine beberapa tahun lalu mengembangkan kandidat vaksin untuk SARS, penyakit yang ditimbulkan oleh virus corona yang memiliki hubungan dekat dengan Covid-19. Pada 2016, Walter Reed Army Institute of Research bahkan sudah memproduksi vaksin tersebut. Namun, minat terhadap vaksin virus corona menghilang setelah wabah SARS mereda sehingga vaksin itu tidak pernah diuji klinis.
Ketika wabah Covid-19 muncul di Tiongkok pada Januari lalu, para peneliti menyadari vaksin itu bisa digunakan. "Ada kesamaan asam amino dan kode genetik virus SARS dengan Covid-19 sekitar 80%. Mereka juga terikat dengan reseptor yang sama," kata Peneliti Baylor College, Peter Hotez.
Ia dan para peneliti lainnya tengah mengajukan pendanaan untuk mengujicobakan vaksin tersebut kepada para relawan yang sehat. Selanjutnya, vaksin akan diujikan kepada komunitas di mana terjadi wabah covid-19 untuk melihat efektivitasnya.
(Baca: Kasus Merebak, AS Bakal Gelontorkan Rp 118 T Tangani Virus Corona)