Virus Corona Berdampak ke Ekonomi, Mayoritas Industri Tetap Tumbuh
Beberapa industri dilaporkan mulai terdampak oleh wabah virus corona. Namun, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri melihat sebagian besar industri masih menunjukkan pertumbuhan bisnis.
“Sektor Pendidikan, kesehatan, farmasi, makanan dan minuman itu tumbuh bahkan diserbu,” kata dia dalam Konferensi Pers di Jakarta, Jumat (6/3).
Sedangkan beberapa sektor industri yang terancam mengalami perlambatan pertumbuhan seperti pariwisata dan industri yang bergantung pada bahan baku impor. Namun, detail perkembangannya masih harus menunggu data terkini.
(Baca: Setuju Sri Mulyani, Faisal Basri: Corona Tumpulkan Kebijakan Ekonomi)
Sejauh ini, dalam catatannya, dari 17 sektor dalam industri pengolahan atau manufaktur, sebanyak tujuh sektor di antaranya menunjukkan pertumbuhan minus. Tapi, indeks manufaktur (PMI) tercatat naik ke atas 50. “PMI naik itu menarik. PMI di China tinggal 33, dari 50 batas ekspansi,” ujarnya.
Untuk sektor otomotif, data per Januari, pertumbuhan negatif 3%. Sedangkan, untuk pariwisata, data bulan yang sama menunjukkan kunjungan turis masih tumbuh positif. Meskipun hal ini juga memunculkan kekhawatiran akan penyebaran corona. Ia pun menyinggung soal seratusan ribu turis asal Tiongkok tercatat masuk Tanah air di Januari.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hatarto juga mengungkapkan hal senada soal perkembangan sektor manufaktur. Menurutnya PMI berada di angka 51,2, setelah tertahan di bawah 50 sepanjang semester II tahun lalu dan Januari 2020.
(Baca: Kasus Corona Nyaris 102 Ribu, Pendapatan Maskapai Anjlok Rp 1.606 T)
Angka tersebut masih relatif lebih tinggi dibandingkan Tiongkok yang hanya 35,7. Sedangkan negara-negara lain seperti Hong Kong, Thailand, Vietnam dan Jepan relatif lebih rendah. "Momentum ini yang mau digunakan Presiden Joko Widodo untuk mendorong impor dan ekspor," kata dia.
Untuk mengurangi dampak virus corona, pemerintah telah menyiapkan beberapa insentif. Sejauh ini, pemerintah telah sepakat menggelontorkan insentif sebesar Rp 10,3 triliun untuk mendorong sektor pariwisata, Kartu Pra-Kerja, Kartu Sembako, dan relaksasi pajak untuk hotel dan restoran. Pemerintah juga merencanakan insentif untuk sektor manufaktur.
D tengah kondisi dunia usaha saat ini, Faisal tak menampik adanya risiko peningkatan rencana utang pemerintah untuk pembiayaan anggaran. Sejauh ini, rasio utang pemerintah Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) masih di kisaran 30%. Rasio utang ini jauh dibandingkan banyak negara, misalnya Singapura yang sudah mencapai 110%.
“Tentu saja ini harus dianggap sebagai darurat, jangan menggampangkan,” ujarnya. Ia pun lantas menyinggung soal ketidakmampuan pemerintah menggaet pajak secara optimal sebagai penyebab terkereknya utang. “Kalau pajaknya optimal masih utang saja sih oke,” ujarnya.