Karena Corona, IHSG Rontok 3,64% Ikuti Kejatuhan Bursa Saham Asia
Indeks harga saham gabungan (IHSG) mengawali perdagangan pagi ini, Senin (9/3), anjlok 133,94 poin atau 2,44% ke level 5.364,6. Hingga pukul 10.30 WIB, IHSG telah terkoreksi 3,64% ke level 5.298,47.
Analis Valbury Sekuritas Alfiansyah mengatakan IHSG masih rawan terkoreksi pekan ini dengan sentimen virus corona yang masih menjadi perhatian pelaku pasar.
“Karena corona menjadi ancaman bagi pertumbuhan ekonomi global. Hal ini bisa berpengaruh bagi perekonomian Indonesia, yang terdampak pada investasi aset berisko,” ujarnya dalam risetnya hari ini.
Namun koreksi tidak hanya terjadi di indeks dalam negeri. Pagi ini seluruh bursa saham Asia, termasuk indeks future di Wall Street, terkoreksi dalam. Hingga berita ini ditulis, indeks Nikkei memimpin koreksi bursa Asia dengan turun 5,93%.
(Baca: IHSG Diramal Turun Lagi Terdampak Corona, Berikut Saham Pilihannya)
Indeks Filipina PSEI menyusul di belakang Nikkei dengan koreksi 5,53%, kemudian indeks Hang Seng anjlok 4,05%, Straits Times anjlok 4,39%, Kospi 4%, serta indeks KLCI Malaysia turun 3,29%.
Sementara indeks Shanghai Composite menjadi indeks berkinerja terbaik sementara ini dengan hanya turun 1,9%. Dari Wall Street, Amerika Serikat (AS), indeks future Dow Jones Industrial sempat turun lebih dari 1.255 poin atau 4,87%.
Rontoknya IHSG dan bursa saham global pagi ini dipicu kepanikan investor seiring dengan perkembangan penyebaran virus corona yang makin mengkhawatirkan. Akibatnya investor memburu aset-aset safe haven seperti emas, dan melepas saham.
(Baca: Wabah Corona Buat Investor Panik, Harga Emas Dunia Tembus US$ 1.700)
Hal ini memicu koreksi di pasar saham dan mendorong harga emas yang saat ini menembus level US$ 1.700 per troy ons. Ini merupakan rekor tertinggi harga emas dalam tujuh tahun terakhir. Terakhir kali emas dunia berada pada level tersebut yaitu pada pengujung 2012 silam.
Koreksi bursa saham Asia pagi ini juga dipicu oleh anjloknya harga minyak dunia hingga 20% pada minyak jenis Brent menjadi US$ 36,15 per barel. Sedangkan minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) turun 27% menjadi US$ 20 per barel.
Laporan berjudul “The Economic Impact of The Covid-19 Outbreak on Developing Asia” yang dirilis Asian Development Bank (ADB) memperkirakan kerugian ekonomi global akibat Covid-19 mencapai US$ 347 miliar atau setara Rp 4.944 triliun (asumsi kurs Rp 14.250/US$).
(Baca: Harga Minyak Anjlok Lebih dari 20%, Bursa Saham Asia Pagi Ini Rontok)
Nilai tersebut 8,6 kali lebih besar dibandingkan dengan kerugian ekonomi wabah SARS pada 2013 yang ‘hanya’ mencapai US$ 40 miliar. Menurut perhitungan ADB, negara-negara di kawasan Asia mencatatkan kerugian US$ 16 miliar (skenario terbaik) sampai US$ 42 miliar (skenario terburuk).
Sementara itu lembaga pemeringkat internasional Moody’s menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 4,9% menjadi 4,8% pada tahun ini. Virus corona menjadi pemicu koreksi tersebut karena menyebabkan perlambatan aktivitas ekonomi global.
“Risiko resesi global telah meningkat. Semakin lama wabah ini terjadi akan mempengaruhi kegiatan ekonomi, permintaan terganggu dan mengarah ke resesi,” demikian tertulis dalam laporan Moody’s Investors Service berjudul Global Macro Outlook 2020-21, Jumat (6/3) lalu.
(Baca: Arab Saudi Picu 'Perang' Produksi, Harga Minyak Terjun Bebas Lebih 20%)