Bahaya Pandemi Corona di Balik “Tembok” Korea Utara
Korea Utara masih menyatakan nihil kasus infeksi virus corona meski negara tetangganya telah melaporkan puluhan ribu kasus. Namun, beberapa media melaporkan adanya kasus kematian tentara dan sipil di negeri pimpinan Kim Jong Un tersebut, karena gejala yang mirip corona. Di tengah informasi tersebut, rumah sakit modern dibangun cepat di Pyongyang.
Seremonial pembangunan rumah sakit terjadi pada pertengahan Maret 2020. Mengutip KCNA Watch – agregator berbahasa Inggris media pemerintah Korea Utara KCNA – Kim yang menghadiri seremonial mengatakan partai berkuasa yakni partai buruh memutuskan untuk membangun rumah sakit dalam rapat pada akhir Desember.
Partai buruh merupakan satu-satunya partai politik di Korea Utara. “Partai kami menganalisis dan menilai layanan kesehatan publik dan layanan medis secara komprehensif, ilmiah, dan terbuka, dan melakukan kritik diri terhadap fakta bahwa tidak ada pembangunan layanan medis yang sempurna dan modern bahkan di pusat kota,” kata Kim dalam pidatonya.
(Baca: Menelusuri Asal Teori Konspirasi 5G dan Corona, Serta Kebenarannya)
Kim mendeklarasikan pembangunan rumah sakit tersebut sebagai prioritas pertama. Pembangunan ditargetkan rampung secepatnya, yaitu sebelum peringatan pendirian 75 tahun Partai Buruh pada Oktober 2020. Untuk itu, rencana-rencana proyek konstruksi lainnya di tahun ini ditunda.
Beberapa pengamat menduga keputusan pemerintah Korea Utara mempercepat pembangunan rumah sakit modern di Pyongyang adalah untuk merespons pandemi corona. Apalagi, Tiongkok yang berbatasan langsung dengan Korea Utara melaporkan kasus corona sejak Desember dan telah mencatatkan lebih dari 80 ribu kasus infeksi virus tersebut hingga kini.
Adapun Korea Utara merupakan salah satu negara pertama yang melakukan penutupan wilayah alias lockdown yakni mulai awal Februari. Berdasarkan pernyataan Perwakilan Organisasi Kesehatan Internasional (WHO) untuk Korea Utara Edwin Salvador kepada Reuters, puluhan ribu orang telah dikarantina sejak akhir tahun lalu.
(Baca: Penangkapan Profesor Harvard dan Program Seribu Ilmuan Tiongkok)
Salvador memerinci, hampir 25 ribu orang dibebaskan dari karantina. Sedangkan per 2 April, jumlah yang dikarantina sebanyak 509 orang, dua di antaranya warga asing. Informasi lainnya menyebutkan seluruh diplomat dari negara lain turut menjalani karantina.
Tes corona telah dilakukan terhadap 709 orang, dengan 11 di antaranya warga asing. Namun, seperti disinggung di awal, belum ada laporan kasus positif.
Militer Korea Utara sendiri dilaporkan dalam status “lockdown” selama sebulan mulai pertengahan Maret lalu. Latihan militer ditiadakan. Ini berdasarkan informasi dari Kepala tentara AS di Korea Selatan. Media Australia Australian Broadcasting Coorporation memberitakan, Diplomat Korea Utara untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa mengonfirmasi hal tersebut.
Laporan Kasus Kematian dengan Gejala Mirip Corona
Beberapa media yang berbasis di Korea Selatan melaporkan kasus-kasus kematian dengan gejala infeksi corona atau Covid-19 di Korea Utara setidaknya mulai Februari. Meskipun, pemerintah Korea Utara mengklaim belum ada kasus positif corona.
Pada Februari lalu, Daily NK -- media yang berbasis di Korea Selatan dan fokus pada pemberitaan soal Korea Utara – memberitakan sebanyak lima orang meninggal karena Covid-19 di Sinuiju, kota hub perdagangan yang berbatasan dengan Tiongkok. Surat Kabar yang berbasis di Korea Selatan Chosun Ilbo juga pernah melaporkan soal dua orang yang diduga terinfeksi corona di kota tersebut.
Sedangkan pada 9 Maret lalu, Daily NK memberitakan, sebanyak 180 tentara dari berbagai markas meninggal dunia karena gejala yang mirip dengan Covid-19, sedangkan sebanyak 3.700 lainnya dikarantina. Ini berdasarkan informasi dari sumber militer di Korea Utara.
Otoritas dilaporkan telah memerintahkan rumah sakit militer untuk melakukan disinfeksi terhadap area karantina dari para tentara yang sakit. Disinfeksi dengan menggunakan metil alkohol alias metanol.
(Baca: Kasus Corona di Dunia Nyaris 2 Juta Orang, Naik Dua Kali dalam 11 Hari)
Pada 13 April, media yang sama melaporkan bahwa tiga dokter militer dan satu dokter sipil juga meninggal karena gejala yang serupa dengan Covid-19. Puluhan tentara dan pekerja medis yang berada di rumah sakit yang sama dikarantina, begitu juga dengan keluarga para dokter.
Korea Utara dilaporkan memiliki sistem kesehatan dan pasokan medis yang lemah. Berdasarkan data di WHO dari Kementerian Unifikasi Korea Selatan, terdapat 135 rumah sakit di seluruh Korea Utara pada 2017. Sedangkan berdasarkan data Bank Dunia, jumlah penduduk di negara tersebut sebanyak 25,5 juta jiwa pada 2018.
Mantan pejabat WHO dan UNICEF di Pyongyang Nagi Shafik mengkhawatirkan kemampuan Korea Utara menghadapi wabah penyakit seperti corona. “Tidak ada obat yang cukup di negara tersebut. Saya sangat menaruh perhatian bagaimana mereka menghadapi wabah,” kata dia seperti dikutip Business Insider.
Beberapa media internasional melaporkan, pejabat Korea Utara telah meminta bantuan dari negara lain untuk memerangi corona. Negara tersebut juga telah meminta bantuan dari Korea Selatan dan lembaga donor internasional untuk memasok masker dan alat tes. Bantuan dilaporkan sudah mengalir namun distribusinya tertahan oleh perbatasan yang ditutup.
Baru-baru ini, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengirimkan surat kepada Kim Jong Un, menawarkan kerja sama untuk menghadapi pandemi corona. Merespons surat tersebut, Saudara Perempuan Kim Jong Un, Kim Yo Jong, menyampaikan ucapan terima kasih dan diberitakan KCNA. Namun, belum ada kejelasan tentang kemungkinan bentuk kerja sama antar-kedua negara.
Dikelilingi Negara dengan Kasus Besar Corona, Seberapa Berisiko Korea Utara?
Korea Utara berbatasan langsung dengan tiga negara yaitu Korea Selatan, Rusia, dan Tiongkok yang menjadi episentrum awal corona. Korea Utara sendiri tidak sepenuhnya tertutup. Negara tersebut membuka diri secara terbatas untuk pariwisata hingga penyelundupan.
Sejauh ini, berdasarkan data John Hopkins, Tiongkok telah melaporkan lebih dari 83 ribu kasus corona, sedangkan Korea selatan lebih dari 10 ribu kasus, dan Kosovo, Rusia 283 kasus. Di sisi lain, Korea Utara masih ‘bertahan’ dengan klaim nol kasus.
Beberapa pengamat menduga, laporan nol kasus lantaran tes hanya dilakukan di Pyongyang, tidak di perbatasan-perbatasan. Dugaan lainnya, Korea Utara menyembunyikan informasi. Apalagi, negara tersebut sangat mengontrol aktivitas pers.
Risiko penyebaran corona di Korea Utara setidaknya berasal dari jalur pariwisata dan penyelundupan. Forbes memberitakan, operator tur membawa sebanyak 1.000 turis Tiongkok per hari ke Korea Utara pada 2019. Destinasi wisata termasuk, Pyongyang, zona demiliterisasi yang memisahkan Korea Utara dan Korea Selatan, pertokoan, dan resort ski. Tur dari Tiongkok disetop mulai 21 Januari lalu untuk mencegah penyebaran corona.
Korea Utara juga kedatangan turis dari negara-negara lain. Pada 2017, negara tersebut diestimasi menerima 5.000 turis dari negara lain, termasuk Eropa dan Amerika. Namun, pemerintah Amerika telah melarang tur ke negara tersebut menyusul penahanan berujung kematian yang menimpa peserta tur, mahasiswa dari Universitas Virginia bernama Otto Warmbier.
Sedangkan terkait penyelundupan, pemerintah Korea Utara telah lama dilaporkan mendukung penyelundupan barang, di antaranya untuk kebutuhan militer. Penyelundupan berbagai barang seperti elektronik, pakaian, hingga pangan juga banyak diceritakan oleh orang-orang Korea Utara yang melarikan diri.