WHO: Uji Coba Pengobatan Virus Corona Menunjukkan Data yang Positif
Organisasi Kesehatan Dunia menyebut sejumlah pengobatan yang dilakukan terhadap pasien virus corona menunjukkan hasil positif, membatasi tingkat keparahan dan lama penyakit menjangkit. WHO saat ini fokus pada empat atau lima jenis pengobatan dengan hasil yang dinilai paling menjanjikan.
Lembaga yang berbasis di Jenewa ini memimpin inisiatif global untuk mengembangkan vaksin, alat pengetesan, serta obat yang aman dan efektif untuk mencegah, mendiagnosis, dan mengobati Covid-19. Penyakit pernapasan ini telah menginfeksi 4,2 juta orang di seluruh dunia dan membunuh lebih dari 280 ribu orang.
"Beberapa perawatan dalam studi awal tampaknya menunjukkan kemampuan membatasi keparahan atau lamanya penyakit, tetapi kami belum memiliki apa pun yang dapat membunuh atau menghentikan virus," kata Juru Bicara WHO Margaret Harris dikutip dari Reuters, Rabu (13/5).
Harris enggan menjelaskan jenis-jenis perawatan yang memberikan hasil positif. WHO, menurut dia, baru perlu memastikan lebih banyak data untuk meyakinkan bahwa perawatan yang diuji dapat digunakan untuk pasien virus corona secara lebih luas.
Sebelumnya, Gilead Science Inc mengatakan obat antivirusnya remdesivir telah membantu meningkatkan hasil untuk pasien Covid-19. Obat tersebut telah mengantongi izin Badan Pengawas Obat dan Makanan AS atau FDA dan dapat digunakan untuk merawat pasien corona di AS.
(Baca: WHO: Ada 7-8 Calon Kuat Vaksin Corona yang Sedang Dikembangkan)
Data klinis yang dirilis bulan lalu tentang remdesivir meningkatkan harapan bahwa pengobatan ini efektif. Beberapa penelitian yang mengamati pengggunaan obat antivirus juga menyarankan tenaga medis menggunakannya untuk membantu pasien melawan virus.
Hasil uji coba di Hong Kong yang dirilis bulan ini menunjukkan kombinasi tiga obat obat antivirus membantu meringankan gejala pada pasien dengan infeksi Covid-19 ringan hingga sedang dan dengan cepat mengurangi jumlah virus dalam tubuh mereka.
Percobaan, yang melibatkan 127 pasien, membandingkan mereka yang diberi obat kombinasi, terdiri dari obat HIV lopinavir-ritonavir, obat hepatitis ribavirin, dan beberapa interferon pengobatan sclerosis beta, dengan kelompok kontrol yang hanya diberi obat HIV.
Sementara itu, obat malaria yang sebelumnya diperjuangkan oleh Presiden AS Donald Trump untuk melawan corona gagal menunjukkan manfaat pada pasien Covid-19 berdasarkan studi yang dilakukan bulan ini. Laporan dokter juga menunjukkan bahwa penggunaan obat hydroxycholoquine tidak mengurangi kebutuhan pasien yang membutuhkan bantuan pernapasan atau risiko kematian.
Di sisi lain, Pejabat WHO mengatakan corona merupakan virus yang sangat rumit sehingga sulit untuk memproduksi vaksin untuk melawan. Lebih dari 100 jenis vaksin untuk melawan Covid-19 sedang dikembangkan, beberapa saat ini sedang dalam uji klinis. WHO mengatakan pada bulan April vaksin akan memakan waktu setidaknya 12 bulan.
(Baca: WHO Peringatkan Perokok Berisiko Lebih Tinggi jika Terjangkit Covid-19)
Harris mengatakan bahwa Amerika saat ini menjadi pusat pandemi, meski kini tengah terjadi peningkatan kasus di Afrika. Namun, dia mengatakan benua itu memiliki "keuntungan besar" dibandingkan negara lain yang memiliki lebih sedikit pengalaman terhadap penyakit menular.
“Mereka memiliki infrastruktur pelacakan kontak yang sangat baik dan ingatan yang mendalam,” kata Harris.
Saat ditanya mengapa terjadi penyebab ledakan kasus virus corona di AS dan Brazil, ia mengatakan bahwa banyak yang tidak mengindahkan peringatan WHO sejak awal bahwa penyakit ini sangat serius dan mematikan.
Ia pun menyatakan kembali bahwa pihaknya akan melakukan peninjauan atas berbagai tindakan yang telah diambil dan terbuka untuk melakukan diskusi. WHO banyak dikritik, terutama oleh AS, karena memberikan informasi yang salah di awal penanganan virus corona.
Presiden AS Donald Trump saat ini tengah mencoba membuka kembali ekonomi dengan cepat, melawan rekomendasi dari para pakar kesehatan yang meminta untuk bergerak dengan hati-hati guna menghindari gelombang dua lonjakan kasus. Virus corona telah menewaskan lebih dari 80.000 orang di Amerika Serikat, angka kematian tertinggi di dunia.
Sementara Brasil kini mencatatkan 168.331 kasus positif virus corona dengan jumlah kematian mencapai 11.519 orang, paling tinggi di antara negara berkembang.