Chatib Basri Peringatkan Persoalan Ekonomi saat Fase Normal Baru
Pemerintah berencana menerapkan tatanan normal baru atau new normal guna membangkitkan kembali perekonomian di tengah pandemi corona. Namun, rencana tersebut di sisi lain juga berpotensi menimbulkan permasalahan baru.
Ekonom Senior sekaligus Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri mengungkapkan beberapa permasalahan yang akan terjadi saat penerapan new normal. "Persoalan yang akan muncul setelah new normal antara lain adalah faktor daya beli," ujar Chatib dalam konferensi video, Rabu (3/6).
Chatib menilai, meski banyak sektor yang kembali beroperasi saat new normal, daya beli masyarakat masih akan menurun. Ini dikarenakan sebagian masyarakat ada yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) maupun pemotongan upah selama pandemi. Sehingga, pendapatan mereka hilang atau berkurang.
(Baca: Bicara Data Chatib Basri: Prediksi Dampak dan Periode Krisis Covid-19)
Dia pun mencontohkan kasus seperti yang terjadi di Tiongkok. "Mereka kelebihan produksi, sedangkan tidak ada yang beli karena orang kehilangan pendapatan berbulan-bulan," katanya.
Oleh sebab itu, dia mengingatkan pentingnya kebijakan fiskal saat penerapan new normal. Pemerintah, harus memompa ekonomi dengan stimulus pada saat era normal baru nantinya diterapkan.
"Sehingga kalau pemerintah berpikir dengan new normal beban fiskal akan menurun, pandangan saya lain," ujar dia.
Selain permasalahan daya beli, Chatib juga menyebut permasalahan lain yang bepotensi timbul usai penerapan new normal yakni terkait ketimpangan, berupa perbedaan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dan masyarakat berpenghasilan tinggi.
Kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi, bisa saja memilih untuk tinggal di rumah dalam menghindari Covid-19. Kelompok ini dinilai masih memiliki tabungan yang cukup meski kehilangan pendapatan akibat memilih berdiam diri di rumah atau tak bekerja penuh.
Sedangkan masyarakat berpenghasilan rendah terpaksa kembali pergi bekerja secara penuh karena kelompok tersebut tak memiliki tabungan cukup. Sehingga, kelompok ini berisiko terpapar virus lantaran harus sering berada di luar rumah dan berinteraksi dengan orang lain.
Tak hanya itu, ketimpangan lain juga menurutnya akan terjadi di beberapa sektor usaha yang akan kembali dibuka. Beberapa sektor menurutnya, ada yang akan meminimalisir jumlah pekerja dan menggantikannya dengan mesin berteknologi.
"Akibatnya balas jasa dari kapital akan naik lebih tinggi dibandingkan dengan upah. Ketimpangan pun akan terjadi," katanya.
(Baca: Kadin: Industri Farmasi & Teknologi Paling Kebal dari Pandemi Corona)
Menurutnya, ada pula sektor yang kembali berkembang masa periode normal baru. Namun, ada pula beberapa sektor usaha yang bakal pulih belakangan seperti sektor usaha bidang hiburan, pariwisata, dan jasa. Alasannya, selama pandemi masih menyebar di Indonesia, masyarakat akan berpikir dua kali untuk berwisata.
Hingga saat ini, kasus penyebaran virus corona di Indonesia masih terus bertambah. Pemerintah mencatat, terdapat 684 kasus penambahan per 3 Juni 2020. Total pasien terinfeksi Covid-19 secara nasional mencapai 28.233 dengan 8.406 pasien dinyatakan sembuh dan 1.698 orang meninggal dunia.
Data terkini perkembangan pandemi corona di Indonesia bisa dilihat secara detail dalam databoks di bawah ini.