Ahli Epidemiologi Ungkap Alasan Melonjaknya Kasus Corona dalam 2 Hari
Penambahan kasus positif virus corona atau Covid-19 di Indonesia dalam dua hari terakhir meningkat di atas 1.000 orang per harinya. Pada Selasa (9/6), kasus positif corona bertambah sebanyak 1.043 orang dan sehari setelahnya bertambah lagi sebesar 1.241 orang.
Ahli epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman menjelaskan, tambahan kasus corona yang melonjak dalam dua hari terakhir disebabkan karena meningkatnya uji spesimen. Pengujian pada Selasa lalu mencapai 16.181 spesimen dan Rabu mencapai 17.757.
Angka uji spesimen pada dua hari tersebut tercatat yang paling tinggi di Indonesia selama ini. “Upaya pemerintah daerah meningkatkan cakupan testing uji corona ini layak mendapat apresiasi,” kata Dicky ketika dihubungi Katadata.co.id, Kamis (11/6).
(Baca: Kasus Baru Covid-19 Menanjak Setelah New Normal, Apa yang Terjadi?)
Dicky menyebut, pemerintah daerah perlu mendapat apresisasi karena peningkatan uji spesimen akan memudahkan pemerintah dalam menemukan kasus corona. Pemerintah dapat lebih mudah melacak dan mengisolasi orang-orang yang terinfeksi corona. “Tanpa adanya testing yang masif dan agresif, kita akan membiarkan orang-orang yang terinfeksi membawa virus ke mana-mana,” kata Dicky.
Selain peningkatan jumlah spesimen, Dicky menilai lonjakan kasus juga akibat belum berubahnya perilaku masyarakat dalam mencegah penularan corona. "Semakin masyarakat abai terhadap pencegahan maka hasil testing cenderung meningkat," kata dia.
Ahli epidemiologi asal Universitas Padjadjaran Panji Fortuna Hadisoemarto juga menilai melonjaknya kasus corona dalam dua hari terakhir sebagai imbas dari meningkatnya aktivitas masyarakat di luar rumah saat Lebaran 2020. Lonjakan kasus corona terjadi dua pekan setelah Lebaran berlangsung.
"Bukan hanya aktivitas mudik, tapi juga aktivitas di dalam suatu wilayah, khususnya di pusat-pusat perbelanjaan," kata Panji.
(Baca: Kebun Binatang Ragunan Buka 20 Juni, Pengunjung Dibatasi 1.000 Orang)
Selain itu, Panji menduga masyarakat kini semakin sering beraktivitas di luar rumah tanpa mematuhi protokol kesehatan karena salah memahami istilah tatanan normal baru atau new normal yang disampaikan pemerintah. Menurut Panji, masyarakat mengira tatanan normal baru merupakan kondisi yang sama sebelum adanya pandemi corona.
Dengan demikian, masyarakat beraktivitas seperti biasa tanpa menerapkan protokol kesehatan dengan baik. Masyarakat pun mengira tatanan normal baru sudah bisa dilakukan saat ini.
Padahal, tatanan normal baru merupakan istilah pemerintah agar masyarakat dapat beradaptasi dengan corona dengan tetap mematuhi protokol kesehatan yang ketat. Itu pun belum sepenuhnya diterapkan, khususnya di zona merah atau yang laju penularan coronanya masih tinggi.
"Saya duga demikian karena ada mispersepsi tentang apa itu new normal dan kapan new normal dimulai," kata Panji.
(Baca: Bima Arya Sebut Tiga RS di Bogor Jadi Sumber Penularan Covid-19 )