Ahli Epidemiologi: Kalung Eucalyptus Tak Bisa Diklaim Antivirus Corona
Kementerian Pertanian (Kementan) meluncurkan kalung antivirus yang terbuat dari tanaman eucalyptus. Namun Ahli Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Syahrizal Syarif mengatakan, kalung ini tidak boleh diklaim sebagai antivirus corona.
Alasannya, belum ada uji klinis terkait efektivitas kalung itu dalam mengatasi virus corona. "Jelas tidak benar. Hasil uji in vitro atau percobaan di laboratorium tidak boleh diklaim sebagai antivirus, karena itu bukan uji klinis," kata Syahrizal kepada Katadata.co.id, Minggu (5/7).
Ia meminta agar tanaman herbal yang belum teruji secara klinis tidak diklaim dapat menyembuhkan atau menangkal Covid-19. (Baca: Kementan Klaim Eucalyptus Bisa Digunakan Sebagai Antivirus)
Hal senada disampaikan oleh Dekan Fakultas Kedokteran UI (FKUI) Prof Ari Fahrial Syam. Sejauh ini, riset mengenai khasiat produk berbahan eucalyptus untuk mengatasi Covid-19 baru pada tahap in vitro di tingkat sel. Belum secara spesifik diujikan pada virus corona.
Oleh karena itu, menurut dia lebih baik produk itu disebut sebagai kalung kayu putih. "Jangan skeptis atas hasil penelitian in vitro. Tetapi tidak boleh berlebihan juga menilai hasilnya, diklaim sebagai antivirus Covid-19. Butuh perjalanan riset yang panjang,” katanya.
Namun, FKUI siap mendukung penelitian dan uji klinis untuk mengetahui khasiat eucalyptus, termasuk minyak kayu putih dan kalung tersebut. “Kami siap bekerja sama dengan balai besar penelitian veteriner untuk menguji pada hewan dan uji klinis dengan produk minyak kayu putih ini," kata dia.
(Baca: Kementan Luncurkan Antivirus Corona Berbahan Eucalyptus)
Sedangkan Dosen Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Zullies Ikawati mendukung upaya Kementan dalam membuat kalung dari tanaman eucalyptus. Ia menilai, produk ini sangat cocok untuk orang yang terpapar Covid 19.
"Saya kira, ini sangat bagus. Sebab, penderita Covid-19 biasanya sesak nafas," kata Zullies. (Baca: Kementan Gandeng Swasta Perbanyak Antivirus Buatan Anak Bangsa)
Meski demikian, ia sepakat bahwa kalung tersebut perlu diuji klinis terlebih dulu untuk bisa disebut sebagai antivirus corona. "Saya kira ada potensi menjadi antivirus. Tapi kan untuk menjadi obat, pasti ada alurnya", katanya.
Sebelumnya, Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner Kementan Indi Dharmayanti menegaskan, semua inovasi yang dilakukan masih dalam tahap in vitro. Proses riset dan penelitiannya pun masih dilakukan.
"Sebenarnya bukan obat untuk corona, karena riset masih terus berjalan. Tapi ini ekstrak dengan metode desilasi yang bisa membunuh virus, yang kami gunakan di laboratorium," kata dia.
Eucalyptus juga memiliki kemampuan untuk membunuh virus influenza dan corona, setelah melakukan pemindaian. (Baca: Kementan Gandeng Cap Lang Produksi Antivirus Corona dari Eucalyptus)
Produk ini tetap akan dipasarkan melalui pihak ketiga, yaitu perusahaan yang bergerak di bidang minyak berbahan dasar tanaman eucalyptus. "Dalam waktu dekat mungkin akan dipasarkan melalui perusahaan swasta," ujarnya.
Sedangkan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo mendorong Kementan untuk melakukan uji klinis terhadap kalung eucalyptus tersebut. “Saya mendorong agar pekerjaan ini dilanjutkan,” ujar dia dalam pernyataan tertulisnya.
Ia menilai, kehadiran dan keterlibatan pihak lain dalam uji klinis obat baru sangat diperlukan. Ini untuk membuktikan dan memperkuat klaim atas khasiat obat itu.
"Sangat relevan jika Kementan bersinergi dengan Kementerian Kesehatan, serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sebagai obat atau herbal produk baru, tahap pengujiannya pun harus melibatkan pihak lain yang relevan," kata dia.
(Baca: Peneliti Hong Kong: Kombinasi 3 Obat Efektif Atasi Sakit Corona Sedang)