Survei: 76% Pengusaha Anggap Ekonomi RI Buruk, Mayoritas Perdagangan
Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei evaluasi pelaku usaha terhadap kinerja ekonomi dan pemerintahan di masa pandemi Covid-19. Dari uji persepsi mereka, sebanyak 76,4% pengusaha menilai kondisi ekonomi nasional buruk dan sangat buruk.
Dari hasil survei Indikator, sebanyak 66,4% pelaku usaha menyatakan ekonomi saat ini buruk. Selain itu,ada 10% responden pelaku usaha memandang kondisi perekonomian nasional sangat buruk.
Jika dibandingkan, masyarakat umum yang menilai perekonomian RI jelek sebesar 57%. Sedangkan warga yang menyatakan kondisi saat ini sangat buruk sebanyak 12,2%.
"Pelaku usaha cenderung lebih gelap dalam memandang ekonomi nasional ketimbang warga umum," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi dalam paparan survei, Kamis (23/7).
Sedangkan 18,1% pengusaha memandang ekonomi nasional dalam kondisi sedang, 4,9% dalam kondisi baik, dan 0,2% yang menganggap sangat baik. Selebihnya, ada 0,3% responden yang tidak tahu atau tidak menjawab.
Responden yang paling banyak menyebut kondisi Indonesia buruk berasal dari sektor perdagangan besar dan eceran, serta perawatan kendaraan bermotor yakni 81,4%. Berikutnya ada pelaku usaha industri pengolahan sebesar 77,9%, serta sektor pertanian non perikanan dan kelautan sebanyak 66%.
Selanjutnya, responden dari sektor pertambangan dan pengolahan yang memandang kondisi ekonomi nasional buruk ada 65,4%, sektor pengangkutan dan pergudangan 65%, sektor perikanan dan kelautan 57,7% dan sektor konstruksi 51,2%.
Dari sisi skala usaha, responden yang menilai kondisi ekonomi buruk berasal dari kelompok pengusaha skala besar. Sementara, pengusaha skala mikro yang memandang perekonomian saat ini tak baik sebanyak 60,6%. Adapun 69% pelaku usaha kecil dan 69,6% usaha menengah menyatakan kondisi saat ini buruk.
Survei dilakukan tanggal 29 Juni sampai 11 Juli melalui telepon kepada 1.176 pelaku usaha tujuh sektor di sembilan wilayah. Mereka berada di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Riau, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur.
Sampel di masing-masing sektor dan skala usaha dipilih secara acak dengan jumlah 980 responden. Untuk kebutuhan analisis, dilakukan penambahan jumlah sampel pada sektor pertanian dan perikanan kelautan masing-masing menjadi 150 dan 350 orang.