Tari Tortor, Seni Spiritual Masyarakat Sumatra Utara

Image title
3 Desember 2021, 13:26
Wisatawan memperagakan tari tortor di depan patung Sigale-gale di Desa Wisata Tomok, Simanindo, Samosir, Sumatera Utara, Minggu (21/2/2021). Patung Sigale-gale merupakan simbol untuk mengenang anak raja di Samosir dan saat ini dijadikan sebagai salah satu
ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/wsj.
Wisatawan memperagakan tari tortor di depan patung Sigale-gale di Desa Wisata Tomok, Simanindo, Samosir, Sumatera Utara, Minggu (21/2/2021). Patung Sigale-gale merupakan simbol untuk mengenang anak raja di Samosir dan saat ini dijadikan sebagai salah satu objek wisata daerah tersebut.

Tari tortor merupakan kesenian yang melekat pada masyarakat Medan, Sumatra Utara, dan selalu digelar dalam hampir setiap upacara adat.

Bagi masyarakat Batak, tari tortor memiliki nilai budaya sekaligus spiritual. Lewat tarian ini masyarakat menyatakan harapan dan doanya. Peragaan sikap dan perasaan melalui tarian ini melukiskan situasi dan kondisi yang sedang dialami.

Pementasan tortor selalu memiliki sifat situasional yang tercermin dari jenis tortor yang ditampilkan, seperti Tortor Sombasomba (peneyembahan), Tortor Simonangmonang(kemenangan), atau Tortor Habonaran (kebenaran). 

Tarian yang dilestarikan oleh suku batak ini dimainkan dengan iringan alat musik gondang. Tortor berasal dari suara hentakan kaki para penari, ketika mereka tampil di papan rumah suku Batak. Pada zaman kolonial Belanda, tarian ini dipakai sebagai hiburan untuk para raja yang bersembunyi dari perlawanan terhadap tentara Belanda.

Ada berbagai jenis tarian tortor yang biasa ditampilkan, seperti Tortor Pangurason, Tortor Sipitu, dan Tortor Tunggal Panaluan.

Tari Tortor Pangurason dipakai sebagai tari pembersihan dan pesta besar. Tortor Sipitu Cawan ditampilkan ketika pengukuhan raja. Sedangkan, Tortor Panaluan digunakan ketika desa mendapat musibah. Para dukun akan mencari petunjuk untuk mengatasi masalah, sehingga tarian ini disajikan. Selain itu, ada juga tari tortor untuk upacara kematian suku Batak.

Tari tortor juga dipakai dalam upacara adat perkawinan  yang disebut "horja haroan batu". Upacara adat ini merupakan pesta kedatangan pengantin di kediaman laki-laki. Tarian ini dilakukan setelah pidato adat. Dalam pernikahan adat, tari Tortor tidak boleh dilakukan berpasangan antara laki-laki dan perempuan. Namun, ada juga jenis Tortor Naposo Nauli Bulung yang bisa dilakukan berpasangan, hanya saja penari harus berasal dari marga berbeda.

Gerakan Tari Tortor

Tari merupakan media berkomunikasi dan mengespresikan pesan-pesan moral dan estetika seni kepada orang yang menyaksikan, begitupun tari tortor. Berikut gerakan tari tortor:

Pangurdot

Pangurdot merupakan gerakan seluruh badan dengan pusat daya gerakannya bertumu pada telapak kaki dan tumit. Ketika tubuh bergerak ke atas atau ke bawah, secara bersamaan ujung telapak kaki pun bergerak ke kiri dan ke kanan.

Pangeal

Pangeal adalah gerakan yang dimulai dari pinggang, goting, dan samping kepala dengan bertumpu pada telapak kaki. Daya tarik tortor terletak pada pangeal ni gonting (gerakan pinggang yang gemuli) yang menggerakan tubuh dengan rotasi gerak pada pinggang.

Pandenggal

Untuk gerakan ini, penari akan menggerakan seluruh anggota tubuh secara keseluruhan dengan gemulai dan kelembutan yang dapat dilihat dari gerakan lengan, telapak, dan jari tangan.

Siangkupna

Siangkupna merupakan gerakan pada bagian leher dengan mengikuti irama gondang dan urdot.

Hapunanna

Hapunanna merupakan ekpresi wajah yang ditunjukan oleh para penari tortor. Dari sini, dapat diketahui apakah tarian ditampilkan dalam situasi kegembiraan atau duka cita.

Halaman:
Editor: Safrezi
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...