Pengadaan Pembangkit Listrik Terapung Diduga Penuh Kejanggalan
KATADATA - Pemerintah terus menggenjot pembangunan pembangkit listrik untuk memenuhi kebutuhan sumber energi itu yang terus meningkat. Satu di antara langkahnya, hari ini Presiden Joko Widodo meresmikan operasional pembangkit listrik di atas kapal atau Marine Vessel Power Plant (MVPP) milik PT Perusahaan Listrik Negara. Presiden menganggap fasilitas yang bisa berpindah tempat tersebut sebagai pilihan tepat untuk mengatasi kekurangan listrik di sejumlah daerah.
Namun, sumber Katadata menyatakan banyak yang janggal dalam proses pengadaan kapal pembangkit tersebut. “Awalnya, akan dikembangkang mounted power barge,” kata sumber tersebut. PLN mengumumkan program tersebut pada 25 Maret 2015 dengan menyatakan akan menggelar tender pra kualifikasi dengan skema Independent Power Producer Project (IPP). (Baca: Daerah Krisis Listrik, Jokowi Resmikan Pembangkit Terapung).
Pembangkit dengan masa kontrak 20 tahun ini rencananya ditempatkan di Sumatera Utara dengan kapasitas 250 MW, Sulawesi Selatan 200 MW, Kalimantan Selatan-Tengah 200 MW, dan Sulawesi Bagian Utara 120 MW. Semestinya, dokumen pra kualifikasi dapat diambil pada 20-30 April 2015. Namun, PLN membatalkan pengumuman tender pada 20 April 2015. Alasannya, proyek tersebut akan diganti dengan skema pengadaan yang lain, bukan dalam bentuk IPP.
Lalu, perusahaan pelat merah itu mengeluarkan pengumuman tender kembali pada 13 Mei 2015. Di sini terjadi perubahan persyaratan: barge harus bisa beroperasi pada Agustus 2015, harus dual firing yakni minyak dan gas, tahun pembuatan setelah 2010, dan kapal menggunakan baling-baling atau self propelled. Dalam wara-wara ini disebutkan bahwa dokumen pra kualifikasi bisa diperoleh pada 19-22 Mei 2015.
Lagi-lagi, pada 19 Mei 2015, PLN menyatakan bahwa dokumen tender “Leasing Marine VesselPower Plant (Self Propelled)” dijadwal ulang sampai dengan informasi berikutnya. Sepuluh hari kemudian, PLN mengeluarkan pengumuman tender ulang. Persyaratannya: barge harus bisa beroperasi Agustus 2015, harus dual firing, dan tahun pembuatan setelah 2010. Di sini tidak menyebutkan harus memiliki baling-baling. Namun di dokumen penawaran disebutkan bahwa requierment Marine Vesseltersebut merupakan floating mobile with self propelled.
Aneka perubahan ini lalu menjadi tanda tanya oleh peserta tender, termasuk di internal PLN. “Mereka mempertanyakan mengapa waktunya mepet, harus bisa beroperasi segera,” katanya. (Baca pula: Jokowi Minta Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik dan Kilang).
Dugaan ada yang janggal ini sedikit terbuka, kata dia, bila memperhatikan spesifikasi dari persyaratan dalam tender mengarah pada kapal yang dimiliki Karkey Karadeniz Elektrik Uretim. Misalnya, tongkang yang berada di Turki itu memliki dual firing. Padahal, bila harus beroperasi pada Agustus 2015, belum bisa menggunakan gas karena terminal atau pipa gas di wilayah-wilayah tadi belum tersedia. Setidaknya butuh dua tahun untuk membangun terminal penerima gas.
Kejanggalan selanjutnya terkait syarat tahun pembuatan yang mesti sesudah 2010. Di sisi lain, kapal Karkey dibuat pada 2012. Begitu pula dengan patokan baling-baling, kapal di Turki itu memenuhi syarat tersebut. Padahal, ujarnya, dalam hal ini kapal tidak perlu baling-baling karena notasi class akan menjadi sangat berat, misalnya, kapal harus naik docking.
Ketika anwizjing, PLN beralasan dengan memiliki baling-baling maka kapal akan gampang berpindah tempat. Namun, ujar dia, biaya kapal akan lebih murah bila tanpa baling-baling dan lebih sederhana pengoperasiannya. Sebab, bila hendak dipindahkan cukup ditarik dengan kapal tunda.
Akibat persyaratan-persyaratan tersebut, hampir semua perusahaan yang hendak mengiktui tender mental lantaran kapal yang banyak beredar di pasaran tanpa propeller. Pada saat penawaran, dari 24 perusahaan yang mendaftar, hanya satu perusahaan yang menawarkan yaitu Karadeniz.
Atas semua tudingan tersebut, Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir membantahnya. Menurut dia, PLN mengadakan tender secara terbuka bagi perusahaan asing yang ingin menjadi pemasok listrik di Indonesia. “Ada sekitar 29 perusahaan, tetapi hanya dua yang sesuai. Namun, satu mesin sudah lama dan juga sewa dari perusahaan lain, jadi terpilih yg ini (Karadeniz Powership Zeynep Sultan),” kata Sofyan.
Mengenai indikasi negatif terhadap tender yang berlangsung cepat dan terkesan mencocokan kebutuhan dengan kepemilikan kapal Karadeniz, Direktur Bisnis Wilayah Sulawesi dan Nusa Tenggara PLN Machmizon juga menampiknya. “Tender sudah dilakukan secara terbuka dan kebutuhan listrik di daerah mendesak,” jawab Machmizon singkat. (Baca pula: Krisis Listrik di Sumut, Rini Minta 210 MW dari Inalum).
Sebagai bahan informasi, MVPP ini merupakan pembangkit listrik di atas kapal yang didatangkan dari Turki. Pembangkit listrik ini dimiliki oleh seorang perempuan asal Turki bernama Zeynep Sultan, sesuai dengan nama kapal tersebut Karadeniz Powership Zeynep Sultan.
Pemerintah akan menggunakan alat ini dengan jangka waktu lima tahun. Sebagai imbalannya, PLN akan membeli listrik yang dihasilkannya. Selain itu, MVPP bisa dioperasikan dengan menggunakan heavy fuel oil dan juga gas.