Amman Mineral Tunggu Kuota Ekspor, Target Produksi 1,1 Juta Ton
PT Amman Mineral Nusa Tenggara menargetkan produksi konsentrat tembaga mencapai 1,1 juta ton dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) 2023. Target tersebut lebih tinggi 10,97% dari sasaran produksi tahun sebelumnya sebanyak 994.209 ton.
Manajer Komunikasi Perusahaan Amman Mineral, Kartika Octaviana, menyampaikan bahwa rencana produksi yang tertuang di RKAB perusahaan tahun ini telah mendapat persetujuan dari Kementerian ESDM.
"Rencana produksi yang disetujui oleh Kementerian ESDM sesuai dengan studi kelayakan dan izin lingkungan adalah 1.103.355,47 ton," kata Kartika lewat pesan singkat kepada Katadata.co.id, Selasa (28/3).
Meski sudah memeroleh besaran kapasitas produksi tahunan, Amman Mineral belum mendapatkan rekomendasi maupun persetujuan ihwal kuota ekspor konsentrat tembaga. Hal tersebut berseberangan dengan nasib PT Freeport Indonesia yang telah menggenggam rekomendasi ekspor konsentrat tembaga sebanyak 2,3 juta ton dari Kementerian ESDM hingga Juni 2023. "Mengenai kuota ekspor, kami masih menunggu keputusan dari pemerintah," ujar Kartika.
Adapun, progres pembangunan smelter tembaga mencapai 51,63% hingga Januari 2023. Serapan biaya secara aktual telah mencapai lebih dari US$ 507, 53 juta dari total investasi US$ 982,99 juta.
Smelter tembaga yang masuk dalam proyek stategis nasional (PSN) itu ditaksir sanggup memproduksi katoda tembaga hingga 222 ribu ton per tahun dari proses pengolahan 900 ribu ton konsentrat. Pabrik pengolahan dan pemurnian tembaga ini dibangun di kawasan Batu Hijau, dekat dengan lokasi tambang perusahaan.
Presiden Direktur Amman Mineral, Rachmat Makkasau, menyampaikan bahwa perhitungan serapan biaya investasi tersebut sesuai dengan realisasi serapan anggaran untuk konstruksi smelter, yang meliputi pembangunan fisik dan juga pembelian peralatan dan mesin untuk operasional.
Pembangunan smelter ini molor dari target yang ditetapkan bisa beroperasi secara penuh pada Juli 2023. Keterlambatan tersebut disebabkan oleh kondisi eksternal seperti Pandemi Covid-19 dan kondisi geopolitik global yang kurang stabil.
“Kendala Pandemi Covid-19 dan krisis energi di Eropa menyebabkan kendala logistik dan mobilisasi sumber daya manusia, sehingga target semula penyelesaian smelter di tahun 2023 tidak dapat terlaksana," kata Rachmat.
Dia melanjutkan, perusahaan akan terus bekerja dengan mitra bisnis untuk menyelesaikan proyek smelter sesegera mungkin. Peralatan fabrikasi sudah mulai tiba di awal bulan Maret ini dan pemasangan peralatan mulai dilakukan. Rachmat menambahkan bahwa diperkirakan commissioning smelter akan dilakukan pada Juli 2024 dan beroperasi dengan kapasitas 60% di Desember 2024.
"Komunikasi secara intensif dengan pemerintah guna mencari solusi terbaik untuk menghadapi berbagai tantangan selama tiga tahun terakhir juga terus dilakukan perusahaan," ujar Rachmat.