Menteri Bahlil Ungkap Investasi Geothermal Potensi Tembus Rp 134 Triliun
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyebut dalam 10 tahun terakhir akumulasi investasi di sektor geothermal atau energi panas bumi mencapai kurang lebih 8,7 miliar dolar AS atau setara 134,85 Triliun. Angka ini berpeluang terus meningkat seiring dengan potensi energi yang dimiliki.
Menurut Bahlil potensi geothermal Indonesia mencapai 40% di dunia atau setara 24 gigawatt. Sedangkan kapasitas pembangkit listrik panas bumi (PLTP) mencapai 2,6 gigawat atau terbesar nomor dua di dunia.
"Dalam 10 tahun terakhir, akumulasi investasi pembangunan PLTP juga tumbuh signifikan yaitu naik hingga 8 kali lipat," ujar Bahlil pada forum Indonesia International Geothermal di Jakarta Convention Center, Jakarta, seperti dikutip Kamis (19/9).
Bahlil menyampaikan pembangunan PLTP telah menciptakan lapangan pekerjaan kurang lebih sekitar 900 ribu dan mampu memberikan kontribusi kepada negara kurang lebih sekitar Rp16 triliun. Selain memberikan dampak ekonomi, kata Bahlil, pembangunan PLTP juga telah berkontribusi untuk mengurangi 17,4 juta ton CO2 per tahun di Indonesia.
Dalam kesempatan yang sama, Bahlil menyampaikan Indonesia saat ini memiliki kapasitas listrik sebesar 93 gigawatt atau setara 93.000 megawatt, di mana 17,7 gigawatt atau 15 persen di antaranya berasal dari energi baru terbarukan (EBT). Berdasarkan Paket Kebijakan Energi Nasional, di tahun 2025, porsi EBT dalam bauran energi nasional diharapkan mencapai 23 persen.
Akan tetapi, pencapaian target tersebut mengalami perlambatan. Menurut Bahlil, salah satu faktornya disebabkan oleh jaringan yang belum terkoneksi.
"Contoh, energi baru terbarukan yang ada di Riau, tetapi jaringan listriknya yang belum ada di sana untuk menghubungkan, itulah faktor penyebabnya," kata Bahlil.
Lebih lanjut, Bahlil menyebut geothermal dapat menjadi salah satu instrumen penting untuk meningkatkan porsi EBT dalam bauran energi nasional. Pemerintah juga terus mendorong geothermal untuk terus dikembangkan.
Longgarkan Syarat Bisnis EBT
Di sisi lain Bahlil menjelaskan pemerintah akan memangkas syarat-syarat untuk mendorong investasi di sektor energi baru terbarukan (EBT) Indonesia. Menurut Bahlil selama ini para investor harus melewati waktu hingga bertahun-tahun hanya untuk membangun fasilitas dan menunggu persetujuan izin lainnya.
Berbagai kendala dalam investasi EBT menurut Bahlil menjadi salah satu penyebab transisi dari energi fosil ke EBT berjalan lebih lama dibandingkan dengan targetnya. Padahal menurut Bahlil, pada 2025 Indonesia seharusnya sudah mencapai 23% untuk porsi EBT dalam bauran energi nasional.
"Kami akan memangkas baik dari sisi syarat, waktu, untuk kita mendorong teman-teman investor melakukan percepatan investasi," ujar Bahlil seperti dikutip Kamis (19/9).
Bahlil menjelaskan, rumitnya regulasi perizinan dapat menghambat target nasional untuk nol emisi karbon atau net zero emission pada 2060. Lebih lanjut, Bahlil menyebut Indonesia juga memiliki potensi sumber EBT yang sangat besar, sehingga sangat disayangkan apabila tidak dimanfaatkan dengan baik.
"Jadi teman-teman investor enggak perlu ragu, saya sudah lapor sama Presiden Jokowi (Joko Widodo) dan juga saya sudah melapor kepada presiden Prabowo terpilih. Kami akan melakukan reform berbagai langkah-langkah konstruktif dalam rangka percepatan," katanya.
Ia juga mengatakan bahwa sektor EBT saat ini menjadi salah satu industri yang sedang diperebutkan di kawasan Asia Tenggara. Sebab, seluruh dunia sudah mulai beralih untuk mencari sumber energi yang lebih hijau. Ia meyakini Indonesia lebih unggul dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya, lantaran memiliki carbon capture storage (CCS) C02.