Menilik Panjangnya Perizinan di Industri Migas yang Disentil Prabowo
Presiden Prabowo Subianto mengancam para pejabat negara yang tidak menaati arahan reformasi birokrasi dan perbaikan iklim investasi di sektor energi. Menurut Prabowo komitmen para pejabat diperlukan lantaran saat ini terdapat puluhan wilayah kerja migas yang siap ditawarkan ke investor.
Prabowo meminta agar badan-badan regulasi menyederhanakan aturan agar investasi dan kegiatan usaha tidak terhambat oleh birokrasi yang tidak efisien.
"Pejabat yang tidak mau menyederhanakan regulasi akan saya ganti akan saya copot. Banyak anak-anak muda yang nunggu diberi kesempatan," kata Prabowo saat menyampaikan arahan dalam gelaran IPA Convention & Exhibition di ICE BSD Tangerang pada Rabu (21/5).
Ketua Umum Partai Gerindra itu memberi peringatan keras kepada pejabat yang tetap mempertahankan regulasi rumit. Prabowo turut menyindir budaya lama di birokrasi yang cenderung mempersulit urusan.
"Saya akan pinggirkan mereka-mereka yang tidak bekerja dengan baik. Sederhanakan semua proses, buat iklim sebaik mungkin untuk semua pihak yang ingin bekerja, dari luar negeri maupun dari dalam negeri," ujar Prabowo.
Pernyataan Prabowo bukan tanpa alasan. Katadata pernah menyoroti masalah perizinan di industri migas. Pada 2016, terdapat 373 jenis perizinan yang tersebar di 19 kementerian/lembaga (K/L). Jumlah izin ini meningkat dibandingkan pada tahun 2015 sebanyak 341 izin.
Bahkan, beberapa izin di kementerian mengalami penambahan. Penambahan terbanyak berada di Kementerian ESDM yang awalnya 52 izin pada tahun 2015 menjadi 72 izin di 2016. Sementara, ada kementerian yang baru mengeluarkan izin untuk industri migas yaitu Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Investasi di industri migas pun belum menunjukan perbaikan sejak tahun 2013. Selain itu, jumlah wilayah eksplorasi dan cadangan migas pun turun. Bahkan, pada tahun 2016, jumlah wilayah eksplorasi hanya mencapai 199 Wilayah Kerja (WK). Penyebabnya, kendala pembebasan lahan dan panjangnya perizinan di industri ini.
Hal ini pun membuat iklim investasi migas tanah air pun kalah saing dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, seperti Vietnam, Thailand, Kamboja, Malaysia, Filipina, Myanmar, dan Brunei Darussalam. Berdasarkan survei Policy Perception Index 2016, Indonesia berada di peringkat 79 dalam iklim investasi migas. Sedangkan, Brunei Darussalam berada di peringkat 31, Vietnam di peringkat 38, Malaysia 41, Thailand 42, Filipina di posisi 52, Myanmar 67, dan Kamboja di posisi 72.
Panjangnya perizinan di industri migas tanah air ini memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Bahkan, banyaknya regulasi juga memberikan efek terhadap ketanahan energi nasional yang menjadi salah satu program pemerintahan Prabowo Subianto.
Kontribusi Migas untuk Ekonomi RI
Berdasarkan kajian data SKK Migas, industri hulu migas telah menjadi penyumbang kedua terbesar penerimaan negara setelah pajak dengan total kontribusi sebesar Rp 5.045 triliun selama dua dekade terakhir.
Di tahun 2023, investasi industri hulu migas tercatat mencapai US$ 13,7 miliar atau setara Rp 206 triliun. Angka ini meningkat 13 persen dari realisasi di tahun 2022 dan lebih tinggi 5 persen dari rencana jangka panjang (long term plan/LTP).
Industri hulu migas tidak hanya terkait dengan aspek ketahanan energi, tetapi juga memiliki keterkaitan yang kuat dengan struktur perekonomian Indonesia. Industri hulu migas terkait dengan sekitar 120 sektor ekonomi dari 185 total sektor ekonomi di Indonesia.
Sektor ekonomi yang terkait dengan industri hulu migas tercatat memiliki kontribusi sekitar 85% dalam pembentukan PDB Indonesia. Sektor-sektor ekonomi tersebut juga berkontribusi sekitar 81% dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia.
Hingga akhir Agustus 2023, sektor ini telah berkontribusi sebesar 7% terhadap APBN, dan proyeksinya menunjukkan peningkatan yang lebih tinggi hingga akhir tahun 2023. Data menunjukkan bahwa dalam tiga tahun terakhir kontribusi industri hulu migas terhadap APBN menunjukkan tren positif. Tahun 2020, kontribusinya mencapai 6,38%, meningkat menjadi 7,43% pada 2021, dan mencapai 9% pada 2022.
Rata-rata pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan dari industri hulu migas dari 2020 hingga 2022 mencapai 0,82% secara tahunan.
