Bahlil Targetkan BBM Indonesia Dicampur 20% Etanol Secara Bertahap
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia menargetkan produksi bensin di dalam negeri harus dicampur dengan 20% etanol atau mandatory E20. Namun Bahlil mengatakan target tersebut akan dilakukan secara bertahap melalui mandatory E10 pada 2027.
Bahlil mengatakan seluruh etanol yang menjadi campuran bensin tersebut akan dipasok dari dalam negeri. Dengan demikian, pertimbangan utama mandatory E10 dilakukan pada 2027 adalah pembangunan industri etanol di dalam negeri.
"Kami tidak mau program mandatory E10 ini berujung pada impor etanol. Karena itu, kami membuat program E10 ini bertahap," kata Bahlil di Media Center Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (24/10).
Bahlil memberikan sinyal program mandatory E10 akan dilakukan untuk segala jenis bensin yang mencapai 40 juta kiloliter per tahun. Dengan demikian, kebutuhan etanol dalam program mandatory E10 mencapai 4 juta ton pada 2027.
Dia menargetkan produksi etanol untuk program mandatory E10 baru mencapai 1,4 juta ton pada 2027. Namun Bahlil meyakini target tersebut dapat meningkat pada tahun depan.
"Kami sedang berbicara dengan industri-industri yang membangun kebun singkong, jagung, dan tebu untuk berkolaborasi memproduksi etanol. Yang namanya target produksi masih bisa direvisi," katanya.
Bahlil menyampaikan saat ini telah ada potensi penambahan fasilitas produksi etanol baru berkapasitas 1 juta kiloliter. Menurutnya, pendanaan pabrik tersebut akan berasal dari investor lokal senilai US$ 1,2 miliar atau hampir Rp 20 triliun.
Bahlil berencana menerbitkan beberapa insentif untuk mendorong produksi etanol di dalam negeri, seperti kemudahan impor alat produksi, kemudahan izin berusaha, hingga cuti bayar pajak atau tax holiday.
Karena itu, Bahlil memberikan sinyal produksi etanol nasional pada 2027 setidaknya mencapai sekitar 2 juta ton. Namun Bahlil belum menjelaskan lebih lanjut apakah program pencampuran wajib etanol tetapi menjadi E10 atau diturunkan menjadi E5.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM berencana mengubah implementasi program pencampuran wajib bensin dan etanol berdasarkan wilayah pada 2030. Perubahan pendekatan besaran campuran menjadi wilayah akan dilakukan mempertimbangkan kapasitas produksi etanol di dalam negeri.
"Implementasi E10 akan bergantung pada kapasita produksi etanol. Kalau masih terbatas, program wajib bioetanol tidak akan berlaku secara nasional, namun secara regional," kata Direktur Bioenergi Kementerian ESDM, Edi Widodo di Jakarta Selatan, Rabu (27/8).
Menurut Edi, penambahan campuran menjadi E10 akan dilakukan jika kapasitas produksi etanol mencapai 1,2 juta kiloliter pada 2030. Asosiasi Produsen Spiritus dan Etanol Indonesia atau Apsendo mendata kapasitas terpasang industri etanol nasional baru sekitar 300.000 kiloliter.
Edi menghitung butuh 13 pabrik etanol baru untuk mencapai target produksi 1,2 juta kiloliter. Apsendo memperkirakan total investasi yang dibutuhkan untuk mencapai target tersebut sekitar Rp 6,5 triliun.
Di sisi lain, Edi mengatakan program wajib bioetanol tidak menggunakan subsidi pemerintah sejauh ini. Menurutnya, pemerintah belum akan mengubah kebijakan tersebut mengingat minimnya anggaran pemerintah.
Ketua Aspendo, Izmirta Rachman mengatakan potensi investasi sekitar Rp 6,5 triliun dalam bentuk 13 pabrik ethanol hilang akibat Peraturan Menteri Perdagangan No. 16 Tahun 2025. Sebab, kebijakan tersebut dinilai menciptakan ketidakpastian pasar etanol di dalam negeri.
"Sebelumnya, potensi investasi 13 pabrik etanol itu bukan hanya ada, tapi kami tinggal mengeluarkan uangnya," kata Rachman.
