Investasi Masuk Surabaya Rp 57 T, Sebesar 98% dari UMKM dan Startup
Dinas Penanaman Modal dan pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kota Surabaya menyatakan investasi masuk ke Jawa Timur menembus Rp 57,37 triliun selama 2018. Lebih dari 98,5% di antaranya berasal dari pelaku usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM) dan perusahaan perintis berbasis teknologi (startup).
Kepala DPM-PTSP Kota Surabaya Nanis Chairani mengatakan capaian investasi pada 2018 melebihi target awal yang ditetapkan yakni sebesar Rp 41,58 triliun. "Tentu saja, hal itu karena kondisi kota yang aman, nyaman, dan kondusif," kata dia di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (11/1).
Secara rinci, mayoritas investasi tersebut berasal dari non-fasilitas yaitu sebesar Rp 56,5 triliun atau 98,5% dari total realisasi. Non-fasilitas merupakan investor yang memiliki badan usaha dengan nilai kurang dari Rp 15 miliar dan kebanyakan berasal dari lokal. Contohnya, UMKM, industri-industri rumahan atau kecil, dan startup.
(Baca juga: Survei BI: Penjualan Eceran 2018 Lebih Baik Dibandingkan 2017)
Sisanya, dari penanaman modal asing (PMA) sebanyak Rp 710 miliar, dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) Rp 140 miliar. Menurut dia, pencapaian ini menunjukkan bahwa perekonomian di Surabaya mampu berjalan mandiri, tanpa terlalu bergantung pada modal asing.
“Perkembangannya (UMKM, industri rumahan, dan startup) cukup signifikan, sehingga angka investasinya juga cukup fantastis. Sebab, pemerintah kota juga memiliki kepedulian tinggi pada pemain di industri kecil dan menengah ini," ujarnya.
Sejalan dengan capaian realiasi tersebut, Ketua Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) DPD Jawa Timur Tjahjono Haryono mengatakan jumlah pengusaha kafe dan restoran terus mengalami kenaikan.
Pada 2018, jumlah pengusaha kuliner naik 20% dibandingkan tahun sebelumnya. Para pengusaha tersebut hadir dengan banyak inovasi, terutama menu yang disajikan dan interior kafe yang unik."Masyarakat di Surabaya sangat apresiatif dengan usaha baru yang muncul. Jika ada kafe atau restoran yang baru buka, mayoritas pasti akan ramai," ujarnya.
(Baca juga: Sandiaga-Prabowo Menang Pilpres, Pajak UMKM Digital Nol Persen)
Menurut dia, gaya hidup modern dan aktif di jejaring sosial juga menjadi salah satu faktor yang mendorong usaha berkembang. Lewat media sosial, promosi bisa dilakukan dengan tepat dan cepat. Faktor lainnya, infrastruktur yang mumpuni serta pemerintah kota yang sangat kooperatif dengan mempermudah perizinan pendirian usaha baru.
Adapun bila mengacu pada survei Bank Indonesia (BI) tentang penjualan eceran, Indeks Penjualan Retail (IPR) Surabaya paling positif dibandingkan sembilan kota besar lainnya yang turut disurvei. Indeksnya selalu mencatatkan pertumbuhan tahunan double digit. Pada Desember 2018 lalu, pertumbuhannya diperkirakan sebesar 53,6%.