Pabrik Kalbe Farma di Myanmar Ditargetkan Rampung 2020
PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) menargetkan pembangunan pabrik baru yang akan memproduksi obat bebas (over the counter/OTC) di Myanmar bisa diselesaikan pada 2020. Perusahaan berkode emiten KLBF ini menginvestasikan dana senilai US$ 15 juta-US$ 20 juta untuk pabrik tersebut.
"Pabrik itu untuk produksi Mixagrip, karena kita kan sudah nomor satu di Mixagrip," kata Direktur Utama Kalbe Farma Vidjongtius, di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (30/10). Kalbe Farma menggunakan skema joint venture (JV) atau perusahaan patungan untuk pengelolaan pabrik di Myanmar tersebut. Kalbe akan menjadi pemegang saham mayoritas dengan kepemilikan 70% sedangkan sisanya dimiliki mitra lokal.
Selain itu, Kalbe Farma juga berencana ekspansi ke negara di Asia Tenggara lainnya, seperti Vietnam dan Filipina. Perusahaan akan menggunakan skema JV untuk ekspansi di kedua negara tetangga tersebut.
Vidjongtius berharap, pembangunan pabrik-pabrik baru di luar negeri ini bisa membantu mengembangkan pasar Kalbe Farma di luar negeri. Perusahaan menargetkan kontribusi dari penjualan ekspor pada 2021 mencapai 10% dari total penjualan. Saat ini, kontribusi penjualan ekspor sekitar 6% dari total penjualan perseroan. "Mungkin masih akan tambah pabrik di luar negeri, satu sampai dua lagi lah. Bikin pabrik itu perlu waktu 3-4 tahun," ujar Vidjongtius.
Hingga akhir tahun 2018, Vidjongtius memperkirakan pendapatan perusahaan akan tumbuh 5% dibandingkan dengan pendapatan tahun lalu. Minimnya pertumbuhan pendapatan tersebut disebabkan oleh nilai tukar rupiah yang terdepresiasi ke level Rp 15.000 per dolar AS. "Kalau masih Rp 15.000 per dolar AS ke atas, kami harus kerja keras karena tidak bisa menaikan harga. Sekitar 90% bahan baku kami masih diimpor," katanya.
(Baca: Rupiah Melemah, Kalbe Farma Naikkan Harga Jual Obat)
Pada Agustus lalu, Kalbe mengkaji kemungkinan perseroan menaikkan harga jual produk obat bebas dan produk nutrisi untuk mengimbangi tekanan yang disebabkan oleh pelemahan nilai tukar rupiah. Setiap rupiah melemah 1%, dampaknya terhadap komponen harga jual perusahaan sekitar 0,035%. Sementara itu, dengan rupiah yang melemah sekitar 8% saat ini, perseroan menetapkan untuk menaikan harga jual obatnya sekitar 2,5%-3%.
"Setelah kami melakukan kalkulasi ulang harga pokok produksi, memang sepertinya harus ada kenaikan harga untuk jenis obat bebas dan produk nutrisi. Kenaikan harga kami lakukan bertahap pada Juli, Agustus, dan Oktober 2018,"kata Vidjongtius di Jakarta, Kamis (29/8).
Untuk mengurangi dampak tekanan pelemahan rupiah dan meningkatkan kinerja, Kalbe Farma juga terus menggenjot kinerja ekspor dengan target kenaikan 1% per tahun. Tahun lalu, ekspor telah berkontribusi sekitar 6% terhadap total pendapatan perseroan atau sekitar Rp 1 triliun.
Beberapa produk perseroan kategori obat bebas seperti Procold dan Extra Joss cukup diminati di beberapa negara Afrika, antara lain Nigeria. Sementara untuk produk nutrisi seperti Diabetasol juga menjadi andalan penjualan perseroan di pasar Filipina.
(Baca: Harga Bahan Baku Naik, Ekspor Produk Farmasi Makin Tertekan)