PHK Merebak, Menteri Darmin: Bukan Karena Ekonomi Melambat
KATADATA - Kabar pemutusan hubungan kerja (PHK) yang melanda sejumlah perusahaan di tanah air belakangan ini, semakin merebak. Namun, hingga kini pemerintah belum mengetahui penyebab utama kasus PHK yang melanda berbagai sektor usaha tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengaku belum mendapat laporan perihal maraknya kasus PHK oleh beberapa perusahaan besar. Jadi, dia tak bisa menguraikan dan mengidentifikasi lebih jauh penyebabnya. Meski begitu, dugaannya faktor penyebab PHK itu bukanlah akibat pertumbuhan ekonomi yang melambat sejak tahun lalu. Apalagi, dibandingkan situasi ekonomi dunia, kondisi perekonomian Indonesia masih lebih baik.
Di sisi lain, Darmin menilai perlambatan bisnis tidak bisa juga menjadi alasan maraknya kasus PHK belakangan ini. Sebab, kondisi perlambatan itu sudah terjadi sejak tahun lalu. Ia juga menepis dugaan masalah peraturan yang tak kondusif turut mendorong perusahaan mengerem bisnisnya dan melakukan PHK. “Saya tidak dengar adanya keluhan soal itu,” katanya di Jakarta, Rabu (3/2).
Begitu pula kemungkinan tuntutan kenaikan upah oleh para pekerja di tengah kondisi perlambatan ekonomi, menjadi penyebab maraknya PHK. “Tidak juga,” kata Darmin. Alhasil, dia hingga kini belum punya satu jawaban pasti penyebab kasus-kasus PHK tersebut. “Pasti ada persoalan lain. Saya belum bisa jawab itu (penyebabnya), saya cek dulu deh.”
(Baca: Selain Chevron, Dirjen Migas: Belum Ada PHK Kontraktor Besar)
Sebelumnya, Kepala Badan Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani juga mengaku belum mendapat informasi resmi dari beberapa perusahaan yang dikabarkan melakukan PHK para karyawannya. Senada dengan Darmin, ia juga menilai hal ini bukan akibat perlambatan ekonomi. Apalagi, pemerintah sudah mengeluarkan berbagai kebijakan yang mendukung industri.
Di antaranya mengundang investor, perbaikan iklim usaha, izin investasi tiga jam, pelayanan terpadu satu pintu (PTSP), dan insentif pajak berupa tax allowance dan tax holiday. Selain itu, pemerintah tengah membahas revisi Daftar Investasi Negatif (DNI) untuk membuka kesempatan lebih besar bagi masuknya investasi asing. “Mungkin perlu waktu saja,” kata Franky, Selasa (2/2).
(Baca: Chevron PHK Ribuan Karyawan di Indonesia)
Di tempat terpisah, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengakui, ada perusahaan yang sudah melakukan PHK karyawannya, yakni PT Chevron Pacific Indonesia dan PT Ford Motor Indonesia. Di luar itu, pihaknya masih melakukan verifikasi kabar PHK oleh sejumlah perusahaan.
Hanif mengatakan, pemerintah akan mengudang manajemen perusahaan-perusahaan yang akan melakukan PHK untuk mencari jalan keluar terbaik. Selain itu, Kementerian Ketenagakerjaan akan berkoordinasi dengan kementerian teknis terkait. “Pada prinsipnya kami ingin PHK jangan (dilakukan). Kami cari solusi terbaik. Tapi kejelasannya kami tunggu verifikasi,” katanya.
(Baca: Ford Indonesia Tutup Setelah 16 Tahun Beroperasi)
Kabar maraknya kasus PHK belakangan ini semakin berhembus kencang oleh pernyataan Presiden Direktur Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal. Dalam siaran pers KSPI, Selasa (2/2), dia mengklaim ada puluhan ribu buruh di sektor industri padat modal yang terancam PHK. Bahkan, ribuan buruh di sektor padat karya sudah mengalami PHK.
Selain itu, Said menyebut ada beberapa perusahaan raksasa dan menengah yang sudah pasti melakukan PHK ribuan tenaga kerjanya pada Januari hingga Maret tahun ini. Beberapa di antaranya adalah PT Panasonic yang memiliki pabrik di Cikarang dan Pasuruan, PT Toshiba, PT Shamoin, PT Starlink, PT Jaba Garmindo, dan PT Ford Indonesia. Termasuk pula para pekerja di industri kendaraan bermotor seperti PT Yamaha, PT Astra Honda Motor, dan PT Hino. “Semua pabriknya berlokasi di Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Pasuruan, dan Medan,” ujar Said.
Sedangkan manajemen Panasonic menjelaskan adanya penggabungan dua unit usaha yang terdiri dari tiga pabrik perusahaan di Pasuruan Jawa Timur, Cileungsi Jawa Barat, dan Cikarang Jawa Barat mulai awal tahun ini. Kebijakan tersebut berdampak terhadap 425 karyawannya di pabrik Cikarang. Mereka disodorkan tiga pilihan untuk kelanjutan statusnya, yang salah satunya adalah pengunduran diri dari perusahaan.
“Penggabungan pabrik ini merupakan strategi Panasonic dalam mengantisipasi kemajuan teknologi dan perkembangan pasar terhadap produk lampu LED (Light emitting diode,” kata Presiden Direktur Panasonic Manufacturing Indonesia (PMI) Itchiro Suganuma, dalam siaran persnya, Rabu ini.