Jurus Pemerintah Menyehatkan UMKM dari Hantaman Corona
Pandemi virus corona Covid-19 membuat usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM tak lagi setangguh saat krisis moneter 1998/1999. Penurunan permintaan membuat arus kasnya sakit. Pemerintah pun berusaha mengobati motor pertumbuhan ekonomi ini dengan pelbagai stimulus agar tetap bertahan.
UMKM sektor pariwisata yang pertama kali terpukul oleh virus corona. Pembatasan sosial di sejumlah daerah membuat biro perjalanan kehilangan konsumen. Maritim Travel yang berbasis di Tangerang Selatan, satu di antaranya.
Menurut pemiliknya, Rizky Eka Valdano pada awal April lalu, banyak pelanggan yang membatalkan dan menjadwal ulang perjalanannya. Omzet Rp 200 juta per bulan yang biasa didapat lenyap. Seluruh pegawainya pun dirumahkan, lalu ia menutup sementara usahanya. Saat dihubungi lagi pada 6 Juni, kondisi bisnisnya belum berubah. Kini dia mencari peruntungan dengan berbisnis bahan pokok.
(Baca: Pemerintah Siapkan Rp 12 T Agar Pemerintah Tetap Salurkan Kredit UMKM)
Norman Valentino, pemilik resto ayam panggang “Chicken Forest” di Bintaro, Jakarta Selatan bernasib seperti Rizky. Kepada Katadata.co.id pada 20 Mei lalu, ia menuturkan pengunjung restonya menurun drastis, dari 30 meja terisi per hari menjadi 1-2 meja, sejak DKI Jakarta menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada awal April.
Omzet Norman anjlok mencapai 90 %. Ramadan yang diharapkan bisa mengerek omzetnya pun tak terealisasi. Ia terpaksa mengurangi jam operasional sampai merumahkan karyawan. Dari 10 pegawai hanya dua yang dipertahankan.
Sementara itu, Nur, pemilik konveksi Gazalba di Sidoarjo, Jawa Timur, menyatakan harga bahan baku produksi seperti kain dan benang naik akibat distribusi terganggu. Banyak dari barang-barang tersebut adalah impor. “Tiap minggu harganya bisa naik,” kata dia kepada Katadata.co.id, Kamis (11/6).
Nur juga merasakan penurunan permintaan. Pesanan busana muslim yang selama ini andalan utamanya berkurang. termasuk dari pabrik besar yang biasa memanfaatkan jasanya menggarap beberapa jenis produk. Penurunan omzet lebih dari 50% dibandingkan sebelum pandemi.
(Baca: Pandemi Covid-19 Mendorong 301 Ribu UMKM Beralih ke Online)
Gambaran lebih besar dari melemahnya daya juang UMKM di tengah pandemi terlihat dari hasil survei Katadata Insight Center (KIC) periode 8-15 Juni terhadap 206 UMKM di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Sebanyak 93,4 % UMKM terdampak negatif saat pendemi. Termasuk penurunan omzet yang bisa dilihat dalam grafik berikut:
Kondisi ini mengkhawatirkan lantaran kontribusi UMKM terhadap pertumbuhan ekonomi nasional signifikan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018 menyatakan UMKM menyumbang Rp 8.573,9 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau setara 57,8 % dari total pendapatan negara Rp 14.838,3 triliun. UMKM juga menyerap 116.978.631 pekerja atau 97 % dari total tenaga kerja Indonesia.
Apabila UMKM tak terselamatkan dalam masa-masa ini, Indonesia terancam mengalami resesi. Pada kuartal I lalu pertumbuhan ekonomi hanya 2,97 % dan Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi kuartal II 2020 pertumbuhan ekonomi bisa minus 3,8 %.
Langkah-Langkah Pemerintah Selamatkan UMKM
Pemerintah pada 9 Mei lalu menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang mencakup stimulus UMKM. Bentuknya penempatan dana restrukturisasi kredit, penjaminan modal kerja, dan subsidi bunga kredit.
Pasal 10 ayat (3) menyatakan penempatan dana dilakukan pemerintah bagi bank yang telah merestrukturisasi kredit UMKM dan menyalurkan kredit modal kerja tambahan atau baru. Anggarannya sebesar Rp 78,78 triliun, seperti disampaikan Plt Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Adi Budiarso, dalam acara Dialogue KiTa: Program PEN untuk UMKM pada 19 Juni.
Program ini bersinambung dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. Peraturan ini mengizinkan bank merestrukturisasi kredit UMKM terdampak corona dengan plafon maksimal Rp 10 miliar.
Data OJK per 23 Juni menunjukkan, 102 bank telah merestrukturisasi kredit UMKM dan non-UMKM. Debitur UMKM yang telah direstrukturisasi sebanyak 5,17 juta dengan nilai kredit Rp 298,86 triliun. OJK pun memproyeksikan debitur UMKM yang bisa direstrukturisasi mencapai 12,69 juta dengan nilai total kredit Rp 553,93 triliun.
(Baca: Pemerintah Prioritaskan Belanja Kementerian Rp 700 triliun Untuk UMKM)
Selain restrukturisasi kredit, pemerintah menyediakan penjaminan modal kerja. Adi menyatakan, penjaminan modal kerja dilakukan secara langsung oleh badan usaha milik negara (BUMN) strategis dan badan usaha Jamkrindo dan Askrindo. Total anggarannya Rp 6 triliun, dengan rincian Imbal Jasa Penjaminan (IJP) sebesar Rp 5 triliun dan penjaminan untuk modal kerja atau stop loss sebesar Rp 1 trilun.
“Ini yang kami harapkan mampu meningkatkan daya tahan UMKM,” kata Adi.
Menkeu Sri Mulyani Indrawati pada 16 Juni saat memaparkan APBN KiTa secara virtual menyatakan, subsidi bunga kredit akan diberikan kepada 60,66 juta rekening UMKM. Anggarannya Rp 35,28 triliun. Teknis pelaksanaan juga sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65 tahun 2020.
Rincian subsidi bunga yang akan diberikan sesuai aturan itu sebagai berikut:
Jenis Debitur | Plafon | Subsidi |
Perbankan dan Perusahaan Pembiayaan | Plafon sampai Rp 500 juta | Subsidi bunga 6% untuk 3 bulan pertama dan 3% untuk 3 bulan kedua. |
Plafon >Rp 500 juta-Rp 10 miliar | Subsidi bunga diberikan 3% untuk 3 bulan pertama dan 2% untuk 3 bulan kedua | |
Penyalur Kredit Program Pemerintah | Plafon sampai Rp 10 juta | Subsidi sebesar beban bunga, paling tinggi 25% |
Plafon >Rp 10 juta-Rp 500 juta | Subsidi bunga 6% untuk 3 bulan pertama dan 3% untuk bulan kedua | |
Plafon >Rp 500 juta-Rp 10 miliar | Subsidi bunga 3% untuk 3 bulan pertama dan 2% untuk 3 bulan kedua. |
Syarat debitur bisa mendapat stimulus ini, adalah memiliki baki debet kredit atau pembiayaan sampai 29 Februari 2020, tidak masuk dalam daftar hitam, dan memiliki kategori tagihan lancar atau kolektabilitas satu sampai dua pada 20 Februari 2020. Selain itu, debitur memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) atau mendaftar untuk mendapatkannya, memperoleh restrukturisasi dari penyalur kredit atau pembiayaan, dan plafon kreditnya di bawah Rp 10 miliar.
“Ini kadang-kadang memakan waktu dan angkanya kan bergerak sesuai dengan kecepatan dari lembaga-lembaga keuangan melakukan restrukturisasi,” kata Sri Mulyani.
(Baca: Bantu UMKM Sembilan BUMN Bangun Ekosistem Pasar Digital)
PEN juga memberikan pembiayaan investasi bagi koperasi melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) KUMKM senilai Rp 1 triliun. Dana ini untuk tambahan modal baru koperasi di luar Rp 1,85 triliun yang dianggarkan Kemenkop dan UMKM sebelumnya.
Selanjutnya adalah insentif Pajak Penghasilan (PPh) final UMKM 0,5% ditanggung pemerintah senilai Rp 2,40 triliun. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Hestu Yoga Saksama menyatakan, insentif ini berlaku selama 6 bulan dari April sampai September 2020.
“Kalau bicara sektor usaha kecil dan menengah, UMKM ini insentif pajaknya paling besar,” kata Hestu kepada Katadata.co.id, Senin (22/6).
Jurus Pemerintah Dinilai Tidak Jitu
Seluruh langkah pemerintah mendapat kritik dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) dan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia. INDEF menilai stimulus tersebut terlalu rumit untuk bisa dirasakan langsung oleh UMKM. Padahal, UMKM membutuhkan bantuan secara cepat mengingat dampak Covid-19 yang menerpa mereka juga terus berlangsung.
“Pendekatannya memang harus lebih short term,” kata Peneliti INDEF Media Wahyudi Askar Katadata.co.id.
Contoh yang bisa diambil adalah perlakuan pemerintah Norwegia, Belanda, dan Amerika Serikat (AS). Di tiga negara itu UMKM mendapat bantuan langsung tunai dengan besaran disesuaikan berat dampak yang dialami. Media pun menilai langkah pemerintah saat ini lebih cenderung mencari titik temu antara keterbatasan fiskal dan kesulitan likuiditas perbankan.
Semestinya, kata dia, pemerintah bisa menetapkan skala prioritas daalam membuat stimulus. Prioritas pertama adalah usaha mikro dan kecil. Setelah selesai, baru menangani usaha menengah dan besar. Skala prioritas juga bisa diterapkan berdasarkan sektor usaha. Sektor industri makanan, pariwisata, dan ekonomi kreatif perlu didahulukan karena permintaannya anjlok.
“Sehingga dengan kapsitas fiskal terbatas kita bisa menembak mana yang bisa didahulukan,” kata dia.
(Baca: Gandeng E-Commerce, Kemenkop Target 10 Juta UMKM Gunakan Market Place)
Ketua Umum Induk Koperasi Usaha Wanita Indonesia (INKOWAPI) cum Wakil Ketua Komite UMKM KADIN, Sharmilla Yahya, menilai pemerintah perlu memberikan stimulus di luar skema perbankan agar bisa menjangkau usaha mikro dan kecil yang tak bankable tapi jumlahnya paling banyak.
Data Kementerian Koperasi dan UMKM pada 2019 menyatakan 98,68% dari total UMKM adalah usaha mikro. Lalu usaha kecil berjumlah 1,22% dan usaha menengah sebanyak 0,09%. Namun data BPS pada 2018 menyatakan, hanya 11,7% dari usaha mikro dan kecil memperoleh atau mengajukan kredit. Sisanya sebanyak 88,30% tidak memperoleh atau mengajukan kredit. Data OJK pada 2020 pun menyebut, pelaku UMKM yang sudah memiliki rekening sebanyak 12,67 juta atau 19,74% dari target penerima subsidi bunga dari pemerintah.
“Stimulus yang benar-benar ke UMKM secara langsung apa? Penjaminan modal kerja, tapi lembaga Askrindo dan Jamkrindo yang kasih. Itu selektif lagi sekarang,” kata Sharmilla kepada Katadata.co.id.
Jumlah UMKM di Indonesia bisa dilihat dalam Databoks di bawah ini:
Sharmilla khawatir dengan skema stimulus saat ini yang terjadi hanya pencatatan saja antarlembaga pemerintah dan bank-bank penyalur yang juga didominasi BUMN lantaran belum ada uang beredar di UMKM. Padahal, dalam tiga bulan kedepan UMKM khususnya usaha mikro dan kecil akan tertekan jika tak mempunyai dana cadangan. “Karena keuntungan hari ini hanya untuk besok. Mesti ada uang cash untuk stimulusnya,” kata dia.
Kritik keduanya tak berlebihan. Omar Prawirangera, pemilik kedai kopi bernama Dua Coffee, mengaku tak bisa mendapat stimulus dari pemerintah lantaran memulai usaha dengan modal pribadi. Padahal, usahanya sempat terpuruk dan mengalami penurunan omzet hingga 80% di empat cabang gerainya.
“Sebelum pandemi omzet kotor Rp 300 juta-400 juta,” kata Omar kepada Katadata.co.id.
(Baca: Dua Kebijakan Hadapi Covid-19: Kesehatan Sekaligus Pemulihan Ekonomi)
Ia mengaku, stimulus justru diterimanya dari pemerintah negara Paman Sam untuk cabang gerainya di Washington D.C. Ia mendapat bantuan tunai untuk biaya sewa dan gaji karyawan selaman pandemi. “Prosesnya gampang kok. Kami mengajukan, mereka menilai bebannya, lalu diberi uang,” kata Omar.
Guna mengerek omzet tanpa bantuan pemerintah, Omar mendiversifikasi produk dengan menjual kopi kemasan satu liter secara daring. Rupanya banyak peminat dan omzetnya terkerek lagi bahkan melebihi hasil penjualan offline.
Omar tak sendiri. Reval pemilik Maritim Travel dan Norman pemilik Chicken Forest yang diceritakan sebelumnya juga memulai usahanya dengan modal pribadi. Mereka tak mendapat stimulus pemerintah yang disalurkan melalui skema perbankan. Hanya Nur, pemilik konveksi Gazalba, yang berpeluang mendapatkan subsidi bunga kredit dari pemerintah.
Hasil survei KIC pun menyatakan 90,8% UMKM di Jabodetabek memulai usaha dengan modal pribadi dan berpeluang tak mendapat stimulus pemerintah lewat skema perbankan. Data sumber modal UMKM selengkapnya bisa dilihat di grafik berikut:
Sebanyak 66,5% UMKM di Jabodetabek tak menerima bantuan dalam bentuk apapun dan 19,9% mendapat bantuan sembako atau non-tunai. Sementara itu, UMKM yang mendapat bantuan sesuai skema pemerintah hanya sedikit. Misalnya, stimulus melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebanyak 5,3%, dana Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) 1,9%, dan Permodalan Nasional Madani (PNM) Mekaar 0,5%. Begitupun hanya 22,3% UMKM yang berdagang daring tanpa kendala dan berpeluang mengerek omzet secara mandiri seperti Omar.
“Kalau bagi saya sih perlu pemerintah melakukan pendampingan digital. Bisa kerja sama dengan platform. Seperti Kemendikbud menggandeng Netflix,” kata Omar.
Strategi Lain Pemerintah
Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki menyadari pentingnya bantuan yang bisa dirasakan langsung oleh UMKM, khususnya usaha mikro dan kecil. Saat ini banyak tawaran modal kerja pemerintah tak terserap akibat rendahnya daya beli masyarakat. Ia pun berencana mengalihkan sebagian dana modal kerja untuk program bantuan sosial.
“Saya sekarang sedang berdiskusi dengan Kementerian Keuangan bagaimana kalau kita revisi, digeser, jadi diperluas juga program bansosnya,” kata Teten dalam sebuah diskusi virtual, Selasa (23/6).
Teten menilai para pelaku usaha mikro yang terdampak corona sudah bisa dikategorikan kelompok miskin baru. Hal ini karena mayoritas sudah menutup usahanya dan tak memiliki mata pencarian lain.
Pada Senin (22/6), Katadata sempat menanyakan kepada Staf Khusus Kemenkeu Bidang Fiskal, Masyita Crystalin, terkait kemungkinan pemberian stimulus berupa bantuan langsung di luar skema perbankan. Namun, sampai berita ini ditulis pertanyaan belum dijawab.
(Baca: Jubir Presiden Sebut PSBB Tak Bisa Terlalu Lama Demi Selamatkan UMKM)
(Baca: Latih UMKM Jualan Online, Pelapak di Lazada Dapat Komisi)
Pendampingan digital pun tengah dipersiapkan pemerintah. Direktur SMESCO Leonard Theosabrata menyatakan baru saja meluncurkan program pendampingan digital untuk UMKM. Program itu diberi nama: Kakak Asuh UMKM (KAU). Konsepnya adalah seorang individu atau UMKM yang ingin menjadi kakak asuh dilatih oleh SMESCO dan Kemenkop bekerja sama dengan Lazada.
Pasca pelatihan, individu dan UMKM tersebut bertanggung jawab mengadopsi tiga UMKM yang belum melek digital. “Jadi pelatihan digital marketers. Tugasnya melatih adik asuhnya untuk on boarding dan pelatihan sales automatization,” kata Leonard kepada Katadata.co.id.
SMESCO juga menyiapkan program bernama Spark Trade. Program ini bertujuan meningkatkan skor kredit UMKM baru sehingga bisa ramah skema perbankan atau bankable. Program ini pun bersifat business to business tanpa ada komponen e-commerce. “Seperti pelatihan freelancer.com. Ada listing supplier, ada listing demand. Kalau ada perputaran di platform lain, bukan kita,” jelasnya.
Dengan begitu UMKM akan memiliki kredit skor. Sehingga, kata Leonard, sewaktu-waktu UMKM peserta butuh pembiayaan, SMESCO bisa memberi laporan kepada bank mengenai rekam jejaknya. Misalnya, sudah pernah berapa kali UMKM itu mengikuti pelatihan, pameran, dan nilai transaksinya. Harapannya perbankan akan melihat UMKM tersebut sudah bankable. “Saya rencanakan tiga bulan dari sekarang. Agustus dimulai,” kata Leonard.