Pedagang Pasar Tolak Rencana Pemerintah Pungut PPN Sembako

Cahya Puteri Abdi Rabbi
9 Juni 2021, 17:48
Pembeli membeli daging sapi di Pasar Mayestik, Jakarta, Minggu (9/5/2021). Sejumlah harga komoditas pangan seperti cabai dan daging sapi mengalami kenaikan signifikan menjelang Hari Raya Idul Fitri 1442 H. Harga cabai merah keriting dari sebelumnya Rp60 r
ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/hp.
Pembeli membeli daging sapi di Pasar Mayestik, Jakarta, Minggu (9/5/2021). Sejumlah harga komoditas pangan seperti cabai dan daging sapi mengalami kenaikan signifikan menjelang Hari Raya Idul Fitri 1442 H. Harga cabai merah keriting dari sebelumnya Rp60 ribu per kilogram menjadi Rp70 ribu per kilogram, cabai rawit dari Rp70ribu menjadi Rp80 ribu per kilogram, sedangkan harga daging sapi dari Rp120 ribu per kilogram menjadi Rp140 ribu per kilogram.

Pemerintah berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk bahan pokok atau sembako. Pengenaan PPN sembako tertuang dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) pun memprotes rencana pemerintah untuk menjadikan bahan pokok sebagai obyek pajak.

Ketua Umum Ikappi Abdullah Mansuri mengatakan, pemerintah harus mempertimbangkan banyak hal sebelum menggulirkan kebijakan. Apalagi kebijakan tersebut dikeluarkan pada masa pandemi dan situasi perekonomian yang saat ini masih sulit.

“Dan sebagai organisasi penghimpun pedagang pasar di Indonesia, kami akan melakukan upaya protes kepada Presiden agar kementerian terkait tidak melakukan upaya yang justru menyulitkan anggota kami,” kata Abdullah dalam keterangan tertulisnya, Rabu (9/6).

Ia mengatakan, saat ini pedagang pasar sedang kesulitan. Omzet menurun karena lemahnya daya beli masyarakat akibat pandemi Covid-19. Sementara itu, pemerintah dinilai belum mampu melakukan stabilitas bahan pangan di beberapa bulan terakhir.

Ia menyebut, harga cabai bulan lalu bisa mencapai Rp 100 ribu, harga daging sapi juga belum stabil. Pemerintah seharusnya tidak menambah beban masyarakat. “Sekarang mau di bebanin PPN lagi? Kami sudah kesulitan jual karena ekonomi menurun, dan daya beli masyarakat rendah. Kalau ditambah PPN, kami bisa gulung tikar,” kata dia.

Simak Databoks berikut: 

Sebagaimana diketahui, berdasarkan draf RUU KUP, barang kebutuhan pokok serta barang hasil pertambangan atau pengeboran dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN. Artinya, daftar yang dihapuskan akan dikenakan PPN.

Sembako atau jenis-jenis kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat dan tak dikenakan PPN itu sendiri sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 116/PMK.010/2017.

Barang tersebut meliputi beras dan gabah; jagung; sagu; kedelai; garam konsumsi; daging; telur; susu; buah-buahan; sayur-sayuran; ubi-ubian; bumbu-bumbuan; dan gula konsumsi. Sedangkan hasil pertambangan dan pengeboran yang dimaksud adalah emas, batu bara, hasil mineral bumi lainnya, serta minyak dan gas bumi.

Revisi UU KUP tersebut juga menambah objek jasa kena pajak baru yang sebelumnya dikecualikan atas pemungutan PPN.

Beberapa jenis jasa yang dikenakan PPN yakni, jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, dan jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan.

Kemudian, ada pula jasa angkutan umum di darat di air serta angkutan udara dalam negeri dan angkutan udara luar negeri, jasa tenaga kerja, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, serta jasa pengiriman uang dengan wesel pos.

Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi
Editor: Pingit Aria

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...