Janji Cina Tak Lagi Manis, Biaya Kereta Cepat Bengkak dan Gunakan APBN
Pemerintah Indonesia dan Cina baru saja menyepakati biaya pembengkakan Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau KCJB. Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo mengatakan kenaikan biaya yang disepakati dengan pemerintah Cina sebesar US$ 1,2 miliar atau sekitar Rp 18,2 triliun dengan kurs Rp 15.212 per US$
"Kemarin kami baru dari Beijing, Cina di mana kita telah sepakat cost overrun yang disepakati oleh Indonesia dan Cina sehingga bisa cair segera ke PT KCIC," ujar Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo atau yang akrab disapa Tiko dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR yang dipantau secara daring di Jakarta, Senin (13/2).
Pembengkakan biaya proyek KCJB ini tak sesuai dengan pengajuan pemerintah Cina. Diketahui, biaya proyek KCJB sudah mengalami pembengkakan beberapa kali.
Awalnya biaya kereta cepat yang diajukan Cina senilai US$ 5,5 miliar atau sekitar Rp 83,6 triliun. Kemudian Kereta Cepat Indonesia China atau KCIC mengestimasikan terdapat pembengkakan biaya menjadi US$ 7,5 miliar atau Rp 114,1 triliun per November 2022.
Pemerintah kemudian melakukan negosiasi kembali dengan pemerintah Cina. Akhirnya kedua pihak sepakat pembengkakan biaya diturunkan menjadi US$ 1,2 miliar.
Pemerintah saat ini sedang menegosiasikan pinjaman dari China Development Bank. Proses negosiasi tersebut diharapkan bisa selesai dalam satu hingga dua pekan ke depan.
Tetap Gunakan APBN
Pembangunan kereta cepat juga melenceng dari kesepakatan awal, di mana Cina menjanjikan bahwa proyek ini tidak akan menggunakan APBN. Namun demikian, pembengkakan kereta cepat membuat pemerintah Indonesia akhirnya mengucurkan dana APBN melalui Penyertaan Modal Negara atau PMN.
PMN tersebut diberikan pada PT Kereta Api Indonesia sebesar Rp 3,2 triliun. Sesuai Perpres 93 Tahun 2021, KAI ditunjuk sebagai pimpinan konsorsium BUMN proyek KCJB dan menetapkan bahwa pemerintah dapat memberikan PMN kepada pimpinan konsorsium BUMN. Sebagai Proyek Strategis Nasional untuk melayani transportasi publik, dukungan pemerintah sangat diperlukan untuk penyelesaian kereta cepat pertama di Asia Tenggara ini.
Sebagai informasi, PT Kereta Cepat Indonesia China atau KCIC bertanggung jawab atas pengerjaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Perusahaan itu merupakan gabungan dari konsorsium Indonesia, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (60% saham), dan konsorsium Tiongkok, Beijing Yawan HSR Co Ltd (40% saham).
Konsorsium Indonesia terdiri dari empat perusahaan pelat merah. Wijaya Karya menjadi pemegang saham paling besar, yakni 38%. Lalu, PT Perkebunan Nusantara VIII dan PT KAI masing-masing memiliki 25% saham. Sisanya dipegang oleh Jasa Marga, sebesar 12%.