KCI Belum Dapat Restu Impor KRL Bekas Jepang, Kereta Bakal Makin Padat
PT KAI Commuter Indonesia belum mendapatan restu untuk melakukan impor KRL atau Kereta Rel Listrik bekas dari Jepang. Padahal, impor KRL tersebut dibutuhkan untuk mengganti 29 KRL yang akan dikonversikan atau dipensiunkan pada 2023 dan 2024.
VP Corporate Secretary KAI Commuter Indonesia, Anne Purba, mengatakan pihaknya secara teknik sudah mendapatkan izin untuk impor KRL dari Kementerian Perhubungan. Namun pelaksanaan impor harus mendapatkan izin dari Kementerian Perdagangan.
Izin Kementerian Perdagangan tersebut baru bisa dikeluarkan jika sudah mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
"Namun hingga saat ini memang belum diberikan izin untuk impor KRL," ujarnya di Stasiun Juanda, Jakarta, Selasa (28/2).
Penumpang KRL Makin Padat
Anne mengatakan, pengurangan operasional KRL tersebut akan berdampak pada kepadatan penumpang terutama pada jam sibuk. KAI Commuter rencananya akan melakukan rekayasa KRL untuk mengantisipasi kepadatan penumpang tersebut.
"Walaupun memang kita prediksi jam-jam sibuk, uraian dari kepadatan di stasiun itu waktunya akan lebih panjang," ujarnya.
Anne mengatakan, KAI Commuter saat ini mengoperasikan 93 KRL untuk melayani 1,2 juta penumpang ada masa sebelum pandemi. Sementara saat ini, KAI Commuter mengoperasikan 96 KRL untuk melayani penumpang dengan 1.100 perjalanan.
"Kita tau bahwa daerah-daerah penyangga jakarta banyak sekali yang bergantung kepada KRL ini, terutama mereka pekerja-pekerja non formal karena memang efisien dari sisi biaya ataupun waktu," ujarnya.
Tren pengguna Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line terus meningkat sepanjang 2022. Berikut rinciannya seperti tertera dalam grafik.
Alasan Kemenperin
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Dody Widodo menegaskan bahwa Indonesia tidak perlu melakukan impor gerbong KRL karena industri kereta api nasional mampu memproduksi semua kebutuhan kereta di dalam negeri.
“PT Industri Kereta Api (INKA) bisa membuat itu semua, kenapa kita harus impor gerbang kereta api bekas dari Jepang. Katanya bangga beli buatan Indonesia. Bangladesh saja membeli produk kereta kita sampai Rp1,3 triliun,” kata Dody kepada Antara di Jakarta, Senin (27/2).
Ia menyampaikan untuk memenuhi kebutuhan gerbong kereta dalam jumlah besar memang dibutuhkan waktu, karena tidak dapat direalisasikan dalam semalam.
Oleh karena itu, Dody mendorong adanya perencanaan untuk periode penggantian atau peremajaan setiap gerbong kereta yang beroperasi di Indonesia.
“Kalau mendadak memang pasti sukar, seharusnya kan sudah direncanakan jauh-jauh hari dan memberi kesempatan kepada industri dalam negeri untuk berproduksi,” ujar Dody.
Dengan demikian, lanjut Dody, industri kereta api dalam negeri dapat menggeliat dan menggerakkan perekonomian nasional.
“Kapan lagi kita bangga akan buatan kereta dalam negeri. Jangan terus BUMN, jadi bisa impor dan impor. Tolong berhenti untuk pemikiran seperti itu,” kata Dody.