Anggaran Pangan Hanya 0,6%, Swasembada Dinilai Jadi Tantangan Besar
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengatakan swasembada pangan merupakan tantangan besar. Negara hanya mengucurkan 0,6 persen dari total anggaran negara untuk bidang pangan.
Selain itu, Arief menyampaikan tidak semua lahan yang tersedia di dalam negeri dapat jadi area pertanian. Dengan demikian, menurutnya, ketimpangan ketersediaan pangan antar daerah menjadi hal yang lazim.
"Pangan merupakan hidup matinya suatu bangsa. Kebutuhan pangan rakyat harus dipenuhi dengan cara besar-besaran dan revolusi, sehingga tidak menimbulkan malapetaka," kata Arief dalam keterangan resmi dari Arifin Panigoro Dialog, Jumat (2/6).
Adapun Rektor IPB Arif Satria menemukan produksi pertanian nasional kini menghadapi beberapa tantangan. Arif memberi penekanan pada beberapa isu pertanian, seperti penggunaan teknologi yang minim, kurangnya regenerasi, dan ekosistem.
Menurutnya, peningkatan penggunaan teknologi pertanian merupakan salah satu solusi riil. Dia menyebut inovasi teknologi dapat digunakan untuk memproduksi bibit yang baik.
Di samping itu, Arif khawatir tentang minimnya keberadaan data akurat terkait luas lahan pertanian nasional. Maka dari itu, Arif berpendapat perlu ada instrumen yang tepat untuk memantau tingkat konversi lahan pertanian.
"Dengan demikian pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan yang berbasis data untuk mengatasi permasalahan ini," kata Arif.
Berdasarkan Global Food Security Index, indeks ketahanan pangan Indonesia berada di level 60,2 pada 2022. Angka tersebut lebih tinggi dari capaian 2020-2021 yang belum menembus level 60,0.
Adapun, indeks ketahanan pangan nasional tertinggi terjadi pada 2019 atau hingga 62,6. Sebagai informasi, indeks ketahanan pangan GFSI diukur berdasarkan keterjangkauan harga pangan; ketersediaan pasokan; kualitas nutrisi; dan keberlanjutan dan adaptasi.
Pada tahun lalu, GFSI menilai harga pangan di Indonesia cukup terjangkau dibanding negara-negara lain. Hal ini terlihat dari skor affordability Indonesia yang mencapai 81,4, cukup jauh di atas rata-rata Asia Pasifik yang skornya 73,4.
Namun, ketersediaan pasokan pangan Indonesia dinilai kurang baik dengan skor 50,9. Kualitas nutrisi juga hanya mendapat skor 56,2, sedangkan keberlanjutan dan adaptasi skornya 46,3. Di tiga indikator ini ketahanan Indonesia dinilai lebih buruk dibanding rata-rata negara Asia Pasifik.
Sementar itu, Badan Pangan Nasional atau NFA mendata 10 kabupaten dengan indeks ketahanan pangan tertinggi pada 2021 berada di Bali dan Jawa Tengah. Adapun, peringkat pertama hingga ketiga dalam daftar tersebut berada di bali, yakni Kabupaten Tabanan, Kabupaten Badung, dan Kabupaten Gianyar.
Di sisi lain, 10 kabupaten terendah pada 2021 ada di DI Aceh, Sumatra Utara, Maluku, Sumatra Selatan, Jawa Barat, dan Maluku Utara. Kabupaten dengan ketahanan terendah adalah Subulussalam di DI Aceh dengan skor 23,93.