Pasar Kosmetik Lokal Anjlok 50%, Barang Impor di E-Commerce Disorot
Pasar kosmetik lokal anjlok dari 80% menjadi 40% dalam dua tahun terakhir, menurut data Kementerian Koperasi dan UKM. Pemerintah pun menyoroti kehadiran barang impor di platform e-commerce dan social commerce.
Deputi Bidang UKM Kementerian Koperasi dan UKM Hanung Harimba Rachman mengungkapkan beberapa laporan UKM terkini, di antaranya:
- Pasar kosmetik lokal turun dari dua tahun lalu 80% menjadi 40%
- Beberapa pelaku usaha fashion tutup
- Perusahaan sepatu terkena dampak maraknya perdagangan online
Permintaan masyarakat terhadap kosmetik lokal tahun lalu dapat dilihat pada Databoks di bawah ini:
Sementara data Shopee menunjukkan, kategori kecantikan mencatatkan penjualan tertinggi selama periode kampanye diskon 7.7 dan 9.9. Produk yang dimaksud seperti moisturizer, face mask, lipstik, foundation, dan body wash.
Beberapa brand yang mencatatkan penjualan tertinggi di Shopee di antaranya yakni Skintific dan The Originote. Hal serupa terjadi di TikTok.
Skintific merupakan brand kecantikan asal Kanada. Perusahaan ini dibangun oleh Kristen Tveit dan Ann-Kristin Stokke pada 1957.
Namun berdasarkan data BPOM, Skintific didaftarkan oleh PT May Sun Yvan yang berlokasi di Jakarta Barat. Sedangkan produsennya yakni Shanghai Xuanmei Biological Science and Technology Co., Ltd, yang berbasis di Shanghai, Cina.
Lalu The Originote didaftarkan oleh PT Nayue Kosmetik Indonesia di Jakarta Utara. Produsennya Shanghai Ayara Cosmetics Co., Ltd, yang juga berbasis di Shanghai, Cina.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyebutkan, hampir 80% penjual di platform online menjual produk impor, terutama dari Cina. Ia menduga produksi barang konsumsi yang kelebihan pasokan di Cina, mulai dijual ke ASEAN.
“Indonesia pasarnya besar dan hampir separuh populasi masuk ke e-commerce,” kata Teten kepada Katadata.co.id, Sabtu (16/9). Belum lagi, tarif bea masuk dinilai terlalu murah.
“Babak belur kita,” Teten menambahkan. “Jangankan UMKM, produk industri manufaktur pun tidak bisa bersaing, terutama produk garmen, kosmetik, sepatu olahraga, farmasi dan lainnya.”
Di satu sisi, menurutnya sudah terlambat untuk mengatur platform e-commerce dan social commerce. “Akibatnya Indonesia didikte platform digital global,” katanya.
Sementara untuk mengatasi permasalahan tersebut, menurutnya melibatkan banyak kebijakan, termasuk investasi, perdagangan, dan standardisasi produk.