Pasar Tanah Abang Sepi, Pembeli Malaysia hingga Afrika Belum Kembali
Penjualan Pasar Tanah Abang belum kembali normal seperti sebelum pandemi Covid-19 melanda. Salah satu penyebab masih sepinya penjualan tersebut karena sebagian besar pembeli luar negeri belum datang lagi meskipun pandemi Covid-19 telah reda.
Pengelola Pasar Tanah Abang Blok A, Heri Supriyatna, mengatakan pengunjung Pasar Tanah Abang terutama blok A sudah mulai ramai jelang lebaran Idul Fitri dan haji. Namun demikian, dia mengakui volume pembelian konsumen berkurang.
"Jadi jumlah pengunjungnya ramai, tapi jumlah pembeliannya berkurang," ujarnya kepada Katadata.co.id, Kamis (14/8).
Selain itu, pembelian di Pasar Tanah Abang cenderung musiman. Pembelian jelang lebaran Idul Fitri dan lebaran haji sangat ramai. Namun penjualan di luar musim tersebut cenderung sepi.
Pembeli Mancanegara Belum Kembali
Menurut Heri, salah satu faktor penjualan Tanah Abang yang masih lesu karena masih belum kembalinya pembeli mancanegara. Dia mengatakan, sebelumnya Pasar Tanah Abang banyak dikunjungi oleh pembeli luar negeri mulai dari Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Thailand, Vietnam, hingga negara-negara Afrika.
Heri mengatakan, jumlah pembeli mancanegara di Pasar Tanah Abang tersebut bisa mencapai 25-30 persen dari total konsumen. Namun demikian, volume barang yang dibeli masing-masing pembeli mancanegara tersebut sangat tinggi.
"Jumlahnya sekitar 25-30 persen, tapi satu pembeli biasanya membeli dalam jumlah besar sekaligus karena mereka berniat untuk menjual kembali barangnya di negara asal mereka," kata Heri.
Dia mengatakan, pembeli tersebut mulai berhenti mengunjungi Pasar Tanah Abang ketika pemerintah Indonesia memberlakukan pembatasan kunjungan mancanegara saat Covid-19. Meskipun pembatasan sudah dicabut, pembeli mancanegara tersebut banyak yang belum kembali hingga saat ini.
Menurut Heri, kemungkinan hal itu disebabkan karena kondisi ekonomi negara asal pembeli yang belum pulih. Saat ini, lebih dari 90 persen pembeli Pasar Tanah Abang merupakan konsumen dalam negeri.
Berjualan Online
Pakar Marketing dan Managing Partner Inventure, Yuswohady, mengatakan pedagang offline termasuk di Tanah Abang mau tidak mau harus mengikuti tren agar bisa mendapatkan pasar kembali. Salah satu promosi yang sedang populer yakni berjualan secara live streaming.
“Kalau tidak adopsi social commerce, dia (pedagang) akan mati. Harus hybrid, antara offline dan online,” kata Yuswohady dalam acara Polemik bertajuk ‘Nasib UMKM di Tengah Gemerlap Social Commerce’, Sabtu (16/9).
Saat berjualan online, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pedagang, di antaranya:
- Kualitas
- Harga
- Nilai produk
- Algoritma aplikasi
Dia mengatakan, algoritma disusun oleh platform seperti Shopee, TikTok, Tokopedia, Lazada dan lainnya. “Kita (pedagang) tidak bisa mengatur. Sementara algoritma memengaruhi mana yang diuntungkan dan dirugikan,” ujar Yuswohady.
Untung dan rugi yang dimaksud yakni bagaimana algoritma membuat live streaming atau produk pedagang muncul di halaman depan platform. Dengan begitu, lebih mudah dilihat oleh konsumen. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengatur platform digital seperti Shopee, TikTok, Lazada hingga Tokopedia dalam menggunakan algoritme supaya tidak merugikan UMKM.
Dari sisi pedagang, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk meningkatkan visibilitas toko dan produk di platform e-commerce dan social commerce, di antaranya:
- Membangun keterikatan dengan konsumen guna meningkatkan jumlah pengikut toko di platform e-commerce dan social commerce
- Penjual harus dikenal warganet
- Membangun brand
“Pemerintah harus memberikan pelatihan kepada pedagang di Tanah Abang supaya bisa berjualan di platform e-commerce dan social commerce dalam skala yang lebih besar,” ujarnya.