Rentetan Pengunduran Diri Direksi, Ada Apa dengan Unilever?
Dalam sebulan terakhir PT Unilever Indonesia Tbk kerap menjadi pemberitaan. Awalnya, Ira Noviarti mundur sebagai direktur utama pada 24 Oktober 2023.
Lalu, dua anggota direksi menyusulnya. Shiv Sahgal mengundurkan diri sebagai direktur home care dan Sandeep Kohli sebagai direktur beauty and wellbeing pada 23 November 2023.
Sebelumnya, pada 15 Juni 2023, Alper Kulak menanggalkan jabatannya sebagai direktur supply chain.
“Pengunduran diri empat direktur tersebut berdasarkan alasan pribadi masing-masing direktur,” kata Direktur dan Sekretaris Unilever Nurdiana Darus dalam surat untuk Bursa Efek Indonesia, Jumat (1/12).
Di tengah kabar tersebut, Unilever juga terimbas berita negatif karena masuk dalam daftar produk yang berafiliasi dengan Israel. Dampaknya, ramai di media sosial seruan untuk memboikot produk perusahaan.
Yang terakhir, Ira menjual seluruh sahamnya di Unilever. Aksi ini terjadi pada 2 November lalu dan ia meraih dana Rp 3,17 miliar.
Dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Ira menyebut penjualan saham di UNVR untuk keperluan pendidikan anak. Saham yang terjual sebanyak 870 ribu lembar atau setara 0,002% saham Unilever.
Peleburan Unilever
Aksi pengunduran diri direksi Unilever sebenarnya sudah lama terjadi. Pada 2022, empat direksi dan satu komisarisnya memilih mundur. Pada Mei 2022, dua direksi mengundurkan diri, yaitu Badri Narayanan dan Veronika Winanti Wahyu Utami.
Lalu, pada Juli 2022 Hemant Bakshi memutuskan menanggalkan jabatan sebagai presiden komisaris. Di saat yang sama, Rizki Raksanugraha juga mundur dengan alasan pribadi.
Di 2021, ada tiga direksi Unilever Indonesia juga mengundurkan diri. Apabila ditelusuri dari rentangan waktunya, kejadian ini mulai terjadi pada akhir 2020.
Ketika itu bertepatan pula dengan peleburan saham Unilever Indonesia BV dari Unilever NV berbasis di Belanda kepada Unilever PLC berbasis di Inggris. Aksi peleburan tersebut membuat saham mayoritas Unilever Holding BV dipegang oleh Unilever PLC sebanyak 85% dari sebelumnya 30%.
Sebagai informasi, Unilever Indonesia BV menguasai 85% saham Unilever Indonesia (UNVR) dan sisa sahamnya dikuasai publik.
Perubahan tersebut sejalan dengan strategi perusahaan kala pandemi Covid-19. Para pemegang saham Unilever Plc sepakat untuk mengakhiri struktur organisasinya yang selama 90 tahun berkepala dua, Unilever Plc di Inggris dan Unilever NV di Belanda.
Struktur gandar tersebut telah lama mendapat kritikan keras karena menghambat aksi korporasi perusahaan, terutama akuisisi dan penjualan aset. Alan Jope, yang menjabat sebagai CEO Unilever global, lalu melakukan langkah konsolidasi.
The Economist pada September lalu menulis, Jope berhasil memindahkan kantor pusat perusahaan cukup di London, tak lagi Rotterdam. Bisnis kesehatan dan kebersihan menjadi prioritasnya, bukan sektor makanan yang sedang lesu. Dia juga berhasil mengarahkan perusahaan melewati kepanikan akibat pandemi.
Namun, Jope tetap berpegang teguh pada langkah pendahulunya, Paul Polman, yaitu target 20% untuk margin usaha. Hal ini berarti mengorbankan pertumbuhan pendapatan. Dampaknya, kepercayaan investor kemudian turun karena kinerja Unilever merosot dari segi penjualan dan keuntungan.
Kinerja perusahaan kalah jauh dengan kompetitornya, yaitu Nestle dan Procter & Gamble (P&G). Jope juga dinilai gagal dalam mengakuisisi perusahaan pembuat obat, GlaxoSmithKline (GSK). Para investor menilai rencana itu gegabah.
Kinerja Unilever
Pada 1 Juli 2023, Hein Schumacher menggantikan posisi Jope yang memutuskan pensiun. Kedatangannya, mengutip dari Forbes, menjadi titik perubahan besar setelah periode pertumbuhan perusahaan yang lambat.
Sebelum itu, perubahan besar dilakukan oleh Nelson Peltz yang bergabung dengan jajaran pimpinan Unilever pada Mei 2022. Peltz dikenal sebagai orang di balik transformasi P&G dan membawa harga saham perusahaan naik 58% selama ia memimpin. Ia juga merampingkan Heinz, tempat Schumacher bekerja semalam satu dekade hingga 2014.
Para investor berharap banyak kepada keduanya. Sebab, pertumbuhan Unilever secara global tumbuh stagnan sejak 2017. Angkanya hanya 27%, kalah jauh dibandingkan P&G yang 70%.
Peltz melakukan perubahan operasional, termasuk pengenalan model operasi baru. Ia melakukan reorganisasi sekitar lima unit bisnis. Tujuannya, agar pengambilan keputusan dapat dilakukan lebih cepat dan berani, dengan akuntabilitas yang lebih baik.
Pada Oktober lalu, Peltz mengakui Unilever berkinerja buruk dalam beberapa tahun terakhir. Produk-produk perusahaan gagal meraih konsumen. Sebab, pembeli lebih memilih barang lebih murah di tengah tekanan pandemi dan inflasi.
Ia berjanji melakukan penyederhanaan bisnis. Fokusnya adalah pada 30 merek utama yang menyumbang 70% penjualan. “Kinerja kami dalam beberapa tahun terakhir belum sesuai dengan ekspektasi,” ucap Schumacher.
Di Indonesia, UNVR mencatat penyusutan laba tiga tahun berturut-turut sejak awal pandemi. Laba bersihnya pada 2022 turun 6,8% secara tahunan menjadi Rp 5,4 triliun.
Penjualan bersihnya naik 4,2% menjadi Rp 41,2 triliun. Namun, harga pokok penjualan perusahaan naik 11,2% menjadi Rp 22,2 triliun. Beban pemasaran dan penjualan juga bertambah 7,5% menjadi Rp 8,5 triliun.
Saham UNVR pun menunjukkan tren penurunan sejak 2020. Dari angka Rp 8.575 per saham pada 3 Januari 2020, menjadi Rp 3.650 per penutupan 1 Desember 2023. Penurunannya lebih dari 57%.