Okupansi Hotel Pulih Seperti Pra-Pandemi, Harga Kamar Masih Tertatih

Andi M. Arief
18 Desember 2023, 14:38
hotel, okupansi hotel, tarif hotel, pandemi
ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/aww.
Wisatawan asing menikmati suasana area kolam renang Hotel Pullman Lombok, Kuta Mandalika, Praya, Lombok Tengah, NTB, Sabtu (5/8/2023). Menurut Mandalika Hotel Association (MHA), okupansi hotel atau tingkat keterisian kamar hotel di kawasan wisata KEK Mandalika menjelang ajang MotoGP Mandalika 2023 mencapai 90 persen.

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia atau PHRI memproyeksikan rata-rata okupansi hotel nasional akan kembali seperti sebelum pandemi Covid-19 atau sebesar 52% pada tahun ini. Namun, asosiasi menilai industri perhotelan baru akan sepenuhnya pulih pada 2025.

Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran mencatat, rata-rata okupansi hotel nasional saat ini sekitar 48%. Namun, peningkatan okupasi tersebut tidak diikuti dengan perbaikan harga sewa kamar.

"Saya yakin tutup tahun rata-rata okupansi hotel bisa mencapai 52%. Namun, pendapatan industri hotel masih turun sekitar 20% sampai 25% saat ini," kata Maulana kepada Katadata.co.id, Senin (18/12).

Tiket.com mendata rata-rata harga kamar hotel menunjukkan tren penurunan sebesar 19% pada 2021-2023. Rata-rata harga kamar pada Maret 2021 sekitar Rp 190.000 per malam, turun menjadi kurang dari Rp 160.000 per malam pada Maret 2023.

Meski demikian, Tiket.com mendata tingkat pemesanan dan lama tinggal pelanggan hotel naik signifikan. Per November 2023, pemesanan kamar naik 172% dibandingkan Januari 2021 dengna rata-rata lama tinggal 1,5 hari.

Maulana menjelaskan, peningkatan pemesanan maupun lama tinggal tersebut belum menopang pendapatan industri hotel. Menurutnya, hal tersebut disebabkan oleh program kegiatan pemerintah yang masih terpusat di beberapa daerah, seperti Kalimantan Timur dan Pulau Jawa.

Menurut dia, performa industri hotel di dalam negeri akan mengikuti pergerakan kegiatan pemerintah. Oleh karena itu, okupansi hotel tinggi masih terpusat di Kalimantan Timur, Bali, dan DKI Jakarta, sedangkan ookupansi hotel di Pulau Sumatra hanya sekitar 47,5a%.

"Jadi, masih terjadi banyak kekosongan kamar di daerah-daerah, sehingga harga kamar belum bisa pulih," ujarnya.

Di samping itu, Maulana menyampaikan tingkat perjalanan udara masih belum sepenuhnya pulih. Hal tersebut terlihat dari jumlah pesawat yang masih belum kembali seperti 2019. Maulana mengingatkan perjalanan udara penting bagi beberapa daerah, seperti Pekanbaru, Provinsi Bangka Belitung, dan Aeh.

Namun demikian, ia optimistis industri harga kamar hotel akan mulai membaik pada tahun depan. Ia pun berharap pemerintah mendorong pemerataan kegiatannya di penjuru negeri.

 Maulana menyarankan pemerintah untuk mendukung perbaikan pada industri penerbangan. Maka dari itu, Maulana meminta pemerintah akan memberikan insentif yang akhirnya menekan harga tiket pesawat pada 2024.

Beberapa insentif yang disarankan adalah menekan passenger service charge, pajak avtur, dan insentif komponen pesawat. Maulana menilai insentif tersebut akan membantu menekan biaya operasional maskapai yang akhirnya menekan harga tiket pesawat.

"Hal itu penting karena di berbagai daerah menyampaikan penymbang inflasi terbesar mereka dari tiket pesawat. Kami butuh transportasi udara karena kita negara kepulauan," ujarnya.

Reporter: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...