Konflik Israel-Iran, Moratorium TKI ke Timur Tengah Belum akan Dicabut
Kementerian Ketenagakerjaan atau Kemenaker menyatakan akan melihat situasi terkini sebelum mencabut moratorium pengiriman tenaga kerja ke Timur Tengah. Tensi geopolitik di kawasan meningkat setelah konflik Iran-Israel pecah.
Pemerintah menghentikan pengiriman tenaga kerja ke Timur Tengah sejak 2015 dan sebenarnya berencana mencabut moratorium tersebut pada tahun lalu. Namun, rencana terseut hingga kini belum terealisasi.
Sekretaris Jenderal Kemenaker berencana untuk berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri terkait pengiriman Pekerja Migran Indonesia atau PMI ke Timur Tengah. Maka dari itu, Anwar belum merinci langkah yang akan diambil pemerintah terkait pengiriman PMI ke kawasan tersebut.
"Apakah kami akan melakukan langkah-langkah yang lebih serius terkait pengiriman TKI ke Timur Tengah? Kami akan lihat situasi lah. Intinya kami wait and see dulu," kata Anwar di halaman Gedung Kemenaker, Selasa (16/4).
Anwar menjelaskan, setidaknya ada dua alasan penetapan moratorium pengiriman PMI ke Timur Tengah. Pertama, negara-negara di kawasan tidak memiliki aturan tentang perlindungan tenaga kerja dari Indonesia.
Kedua, tidak ada nota kesepahaman bilateral dengan negara dari Timur Tengah dengan Indonesia. Anwar menjelaskan nota kesepahaman tersebut dapat menggantikan aturan perlindungan PMI dari Indonesia saat dibutuhkan.
"Nota kesepahaman itu mengikat dengan ketentuan yang sesuai dengan keinginan kami, terutama perlindungan dan hak yang harus diterima oleh pekerja dari dalam negeri," ujarnya.
Oleh karena itu, Anwar mendorong pengiriman PMI ke Timur Tengah pada masa depan menggunakan Sistem Penempatan Satu Kanal atau SPSK. Sejauh ini, SPSK telah digunakan dalam pengiriman PMI ke Arab Saudi dan Malaysia.
Berdasarkan laporan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), penempatan PMI mencapai 274.965 orang sepanjang tahun lalu. Capaian itu naik 36,96% dibandingkan periode tahun sebelumnya, yakni 200.761 orang.
Mayoritas PMI ditempatkan di Taiwan, yaitu 83.216 orang. Angka itu setara 30,26% dari total populasi pekerja migran Indonesia pada periode tahun lalu.
Negara tujuan terbesar PMI selanjutnya adalah Malaysia, yang menampung 72.260 orang PMI. Posisinya diikuti Hong Kong 65.916 orang dan Korea Selatan 12.580 orang.
Negara tujuan pekerja migran Indonesia paling sedikit sepanjang 2023 adalah Austria dengan 15 PMI. Kemudian, ada Dominika dan Kamboja dengan menampung masing-masing 45 PMI dan 49 PMI sepanjang tahun lalu.
Mayoritas PMI berasal dari Jawa Timur pada 2023 dengan jumlah 68.069 orang. Kemudian, diikuti PMI asal Jawa Tengah dan Jawa Barat dengan masing-masing 59.009 orang dan 52.961 orang.
Dari segi profesinya, PMI didominasi sebagai pembantu rumah tangga sepanjang tahun lalu, yaitu 66.362 orang. Lalu, diikuti oleh profesi pengasuh sejumlah 54.665 orang dan buruh perkebunan 25.163 orang.