Bahlil: Serapan Tenaga Kerja Baru dari Investasi Cetak Rekor Tertinggi
Kementerian Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, lapangan kerja baru pada kuartal pertama tahun ini mencapai 547.419 orang, rekor tertinggi sepanjang sejarah. Lapangan kerja tersebut tercipta dari realisasi investasi yang mencapai Rp 401,5 triliun.
Bahlil menyampaikan investasi pada pemerintahan Presiden Joko Widodo sebenarnya mengedepankan pada transfer teknologi.Ini membuat mayoritas investasi masuk pada industri padat karya, seperti manufaktur dan pertambangan.
"Pada saat yang sama, pemerintah butuh penciptaan lapangan kerja. Maka dari itu kami mencampurkan investasi pada teknologi dan industri padat karya," kata Bahlil di kantornya, Senin (29/4).
Total investasi pada Januari-Maret 2024 mencapai Rp 401,5 triliun. Dengan demikian, nilai investasi untuk menyerap seorang tenaga kerja pada periode tersebut senilai Rp 733,44 juta.
Realisasi investasi pada kuartal pertama tahun ini tumbuh 22,1% secara tahunan. Bahlil mengakui, besarnya nilai investasi tersebut tidak sepadan dengan penciptaan lapangan kerja di dalam negeri.
Ia mengatakan, mitigasi yang dilakukan pemerintahadalah meminta investor yang membawa teknologi tersebut untuk mengganti sebagian proses produksi dengan tenaga kerja. Bahlil mengaku tidak meminta penggantian tersebut kepada semua investor.
"Saya tahu itu tidak efisien karena mereka sudah pakai teknologi tinggi, tapi saya katakan pada mereka bahwa investor tidak boleh hanya memikirkan keuntungan," katanya.
Menurutnya, substitusi mesin dengan tenaga kerja tersebut hanya dilakukan pada tahap produksi yang tidak menyulitkan tenaga kerja. Walau demikian, Bahlil menyampaikan penggantian tahap produksi tersebut tetap cukup berat jika dilakukan oleh tenaga kerja.
Bahlil mengatakan cara terbaik untuk meningkatkan serapan tenaga kerja adalah investasi di industri padat karya. Namun, Bahlil menilai peningkatan investasi di industri padat karya cukup berat dengan iklim investasi nasional saat ini.
Ia mencatat negara-negara lain di Asia Tenggara menawarkan insentif yang jauh lebih kompetitif untuk investasi industri padat karya. Beberapa insentif yang dimaksud adalah harga tanah yang murah, minim demonstrasi di kawasan produksi, dan biaya listrik yang terjangkau.
"Dengan demikian, harga pokok produksi di negara tersebut sangat kompetitif. Saya jujur katakan, peningkatan investasi di industri padat karya tidak gampang," katanya.