Pro Kontra Kehadiran Starlink di Indonesia
Layanan internet berbasis satelit Starlink resmi beroperasi di Indonesia. Peresmian Starlink dilakukan langsung oleh bos besarnya Elon Musk di Denpasar Timur Bali, pada 19 Mei lalu.
Dalam peresmian tersebut, selain disambut baik oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Elon Musk didampingi Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.
"Sebuah kehormatan meluncurkan Starlink di Indonesia," kata Elon Musk dalam unggahannya di akun X pribadinya saat peresmian tersebut.
Starlink adalah nama satelit dan perusahaan penyedia layanan internet berbasis satelit di Amerika Serikat. Perusahaan ini jadi bagian dari SpaceX, korporasi teknologi luar angkasa milik miliarder Elon Musk. Starlink termasuk pada satelit orbit rendah (LEO) yang mempunyai ribuan konstelasi satelit dengan kapasitas yang sangat besar.
Hingga kini Elon Musk telah mengirim lebih dari 4.000 satelit dari target 12.000. Satu satelit saja memiliki kapasitas peak data rate 21,36 Gbps. Coverage-nya bisa menjangkau seluruh Indonesia, termasuk wilayah 3T (tertringgal, terdepan, terluar).
Beroperasinya internet satelit milik miiliarder bos Tesla, SpaceX, dan media sosial X di Indonesia ini ternyata menuai polemik. Starlink dinilai bakal menambah pesaing di industri telekomunikasi dan mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pro Kontra Starlink
Misi Starlink adalah untuk membangun jaringan internet berkecepatan tinggi, murah dan bisa diakses dari mana pun di Bumi. Akses internet melalui satelit bisa menjangkau wilayah terpencil, termasuk di tengah hutan dan lautan yang sulit dijangkau layanan internet lain. Starlink menargetkan membangun megakonstelasi 42.000 satelit di orbit rendah Bumi.
Starlink juga dikembangkan dengan memanfaatkan keunggulan SpaceX sehingga perusahaan tak perlu pusing mencari perusahaan peluncur dan roket yang akan digunakan. Peluncurannya bisa dilakukan sendiri atau ditumpangkan pada satelit pihak ketiga yang diluncurkan SpaceX.
Selain itu, satelit bisa dibuat sendiri oleh perekayasa Starlink sehingga makin efisien dan tingkat kegagalannya rendah. Dengan begitu, sistem layanan internet Starlink prosesnya lebih mudah, murah, dan cepat dibandingkan membangun kabel fiber optik atau jaringan broadband.
Namun, banyak juga anggapan yang kontra terhadap kehadiran Starlink di Indonesia. Starlink menjadi bakal menjadi tantangan berat bagi operator seluler dan pengusaha penyedia layanan internet di Indonesia. Di tengah melambatnya pertumbuhan industri, mereka juga mendapatkan beban regulatory charge yang besar.
Banyak juga yang menilai kehadiran Starlink dinilai sarat dengan privilege, sehingga akan membuat industri selular semakin tidak sehat. Fenomena ini bahkan menjadi pembahasan dalam Selular Business Forum 2023 dengan tema 'Polemik Layanan Telepon & Internet Satelit, Siapa Untung Siapa Buntung?' di Jakarta akhir tahun lalu.
Menurut riset GSMA 2023, kecepatan Starlink bisa menembus di atas 100 Mbps, sedangkan fixed broadband hanya 28,28 Mbps dan mobile broadband yang hanya 24,65 Mbps. Meski begitu tarif layanan Starlink jauh lebih mahal dibandingkan harga mobile broadband dibanderol di bawah Rp40 ribu per bulan dan fixed broadband Rp 300 ribu per bulan.
Untuk paket residensial, harga layanan standar Starlink dibanderol senilai Rp750.000 per bulan dengan kuota tanpa batas. Untuk paket jelajah dipatok lebih tinggi, yakni Rp990.000 per bulan (mobile regional) dan Rp4,34 juta per bulan (prioritas mobile 50 GB).
Starlink Belum Punya Kantor di Indonesia
Meski sudah diresmikan operasionalnya dan sudah mencatatkan perusahaan dengan nama PT Satrlink Service Indonesia, Starlink ternyata belum memiliki kantor di Indonesia. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Kominfo Budi Arie di Bali usai peresmian Starlink di Indonesia, Minggu (19/5).
Penjualan layanan internet Starlink di Indonesia saat ini dilakukan melalui Starlink Service Indonesia. Menurut Budi, Starlink tetap perlu membangun kantor di Indonesia untuk menjamin perlindungan terhadap konsumen. "Customer service itu penting. Misalnya kalau ada penipuan bagaimana?
Starlink Mengancam Kedaulatan Negara
Mantan Staf Ahli Menkominfo Henry Subiakto menilai keberadaan satelit Starlink cukup berisiko di Indonesia. Tak hanya akan merugikan operator telekomunikasi yang sudah ada di dalam negeri, Starlink berisiko disalahgunakan untuk kejahatan.
"Starlink juga bisa dimanfaatkan kekuatan separatisme seperti KKB/OPM (Kelompok Kriminal Bersenjata/Organisasi Papua Merdeka) dan lain-lain, untuk komunikasi mereka tanpa terdeteksi negara atau pemerintah Indonesia. Starlink berpotensi akan mengoyak NKRI," ujar Henry dalam akun X pribadinya @henrysubiakto.
Menurutnya, trafik dan konten Starling berada di luar jangkauan yuridiksi, kedaulatan digital, kewenangan hukum Indonesia. Di sisi Lain, Starlink sebagai perusahaan Amerika Serikat dilindungi US Cloud Act 2018. Data yang mereka kumpulkan tidak boleh diakses negara lain, tapi harus terbuka bagi Pemerintah Amerika Serikat.
Selain bisa dimanfaatkan untuk melawan kedaulatan negara, Starlink juga bakal mengancam keamanan nasional. Henry mencontohkan hal yang terjadi di Rusia dan Ukraina. Starlink dipakai tentara Ukraina melawan Rusia. Rusia kewalahan karena pergerakan pasukannya bisa terpantau tentara Ukraina.
Saran Industri Telekomunikasi Kepada Pemerintah
Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) memberikan sejumlah saran kepada pemerintah terkait beroperasinya Starlink di Indonesia. Hal ini penting agar keberadaan Starlink bisa diterima dan tidak terlalu menimbulkan polemik.
ATSI menyarankan agar pemerintah membuat kebijakan baru jika Starlink benar-benar hadir di Indonesia. Agar Starlink tidak mengganggu bisnis yang sudah ada di Tanah Air, satelit Starlink harus diatur oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
1. Starlink harus berfungsi sebagai layanan bisnis ke bisnis (B2B), bukan bisnis ke konsumen (B2C).
2. Starlink harus bekerja sama dengan penyedia satelit di Indonesia.
3. Satelit Starlink harus memiliki hak labuh atau landing rights.
4. Alokasi penomoran IP Indonesia harus digunakan oleh satelit Starlink.
5. Starlink perlu membangun server dan fasilitas pemulihan bencana (DRC) di Indonesia.
6. Starlink harus patuh terhadap regulasi penyadapan legal di Indonesia.
7. Sebagai penyelenggara jasa, Starlink harus dikenakan kewajiban untuk membayar BHP (Biaya Hak Penggunaan) telekomunikasi dan USO (Universal Service Obligation)