Kemenperin: Relokasi Dua Pabrik ke RI Berpotensi Terhambat RPP Rokok
Kementerian Perindustrian menyebut, terdapat dua perusahaan rokok yang berencana merelokasi pabriknya ke Indonesia. Namun, Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penanggulangan Penyakit Tidak Menular, Kesehatan Penglihatan & Pendengaran, dan Zat Adiktif berpotensi menghambat investasi tersebut.
Direktur Industri minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian Merrijantij Punguan Pintaria tidak memerinci nilai investasi dua perusahaan rokok tersebut. Namun, menurut dia, dua perusahaan rokok tersebut berasal dari Asia dan akan fokus pada pasar ekspor.
"Walaupun mereka akan fokus pada pasar ekspor, iklim investasi harus dijaga kondusif secara keseluruhan. Kalau ada gonjang=ganjing seperti ini, relokasi sulit dipastikan," kata Merrijantij dalam detikcom Leaders Forum: Arah Industri Tembakau dan Pengaturan Akses Anak, Rabu (29/5).
Merrijantij mengatakan, stabilitas pasar rokok domestik akan memengaruhi rencana relokasi tersebut. Ini karena stabilitas pasar rokok nasional menopang perusahaan rokok di dalam negeri melakukan ekspor.
Ia menyatakan perusahaan yang hanya mengandalkan performa ekspor akan sangat mudah terguncang. "Kami berharap RPP terkait penjualan rokok ni didiskusikan lintas kementerian dan diambil dengan cukup bijaksana," katanya.
Merrijantij mencatat, penggodokan RPP terkait penjualan rokok telah dimulai dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan pada Februari 2024. Salah satu arahan Kepala Negara adalah agar kebijakan tersebut sangat implementatif dan tidak diterapkan secara sektoral.
Ia menyampaikan relokasi tersebut penting untuk menggenjot kontribusi pabrikan rokok lokal di pasar global. Merrijantij mencontohkan kontribusi produk rokok Indonesia di Belanda kurang dari sepersen.
Ia menilai persaingan industri rokok di dalam negeri telah jenuh. Merrijantij berargumen, hal tersebut ditunjukkan oleh penurunan performa Industri Hasil Tembakau yang susut pada kuartal pertama tahun ini.
Badan Pusat Statistik menunjukkan rokok kretek dengan filter menjadi salah satu komoditas dengan harga yang naik secara tahunan pada kuartal pertama tahun ini. Harga komoditas sektor industri secara umum naik 2,55% secara tahunan pada April 2024.
Di samping itu, Merrijantij menemukan riset terkait pelemahan produksi rokok di dalam negeri. Menurunya, produksi rokok pada 2019 mencapai 15 miliar batang, tapi volume produksi pada 2023 tidak mencapai 10 miliar batang.
"Kebutuhan rokok dan produk sejenisnya masih banyak di luar negeri. Kami mau berkontribusi lebih besar lagi," katanya
Ia menilai implementasi RPP Kesehatan tentang penjualan rokok berpotensi kegiatan Pemutusan Hubungan Kerja di industri rokok. Oleh karena itu, Merrijantij mendorong agar RPP Kesehatan tentang penjualan rokok dapat mengakomodir banyak pihak, khususnya tenaga kerja.