Mungkinkan Iuran Tapera Ditunda Seperti Kebijakan UKT?
Kebijakan pemerintah yang mewajibkan seluruh pekerja membayar iuran Tapera sebesar 3% dari gaji/penghasilan menuai protes dari berbagai kalangan masyarakat. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan penarikan iuran Tapera tak bisa dibatalkan karena merupakan amanat undang-undang.
"Ini kan undang-undang," ujar Airlangga di Jakarta, Kamis (30/5) saat ditanya kemungkinan penundaan kewajiban iuran Tapera karena protes banyak pihak.
Airlangga menilai Tapera membutuhkan sosialisasi karena sebenarnya memiliki banyak manfaat. Melalui progam Tapera, masyarakat dapat memperoleh pembiayaan dengan bunga murah untuk memiliki atau merenovasi rumah.
"Jadi, sosialisasi halurs lebih dalam sehingga para pekerja mengetahui apa yang bisa mereka dapatkan dari program Tapera," ujar dia.
Ia mengatakan, sosialisasi akan dilakukan oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian PUPR sebagai ujung tombak program tersebut. "Sosialisasi selama ini belum masif sehingga perlu diperjelas," kata dia.
Pemerintah mewajibkan semua pekerja baik pegawai swasta, PNS, TNI hingga Polri membayar iuran simpanan tabungan perumahan rakyat atau Tapera sebesar 3% dari gaji atau upah mulai 2027. Ini kembali diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 yang ditetapkan Presiden Joko Widodo pada pekan lalu.
Adapun kewajiban untuk semua pekerja menjadi peserta Tapera, termasuk pekerja lepas sudah diatur dalam UU Nomor 4 Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho menjelaskan, PP Nomor 21 Tahun 2024 yang baru diterbitkan Presiden Jokowi sebenarnya hanya penyempurnaan aturan sebelumnya. PP Nomor 21 Tahun 2024 hanya mengubah satu pasal terkait besaran simpanan yakni terkait pihak-pihak yang berhak menentukan perkalian dari besaran iuran Tapera.
Dalam PP Nomor 25 Tahun 2020, kewenangan tersebut diberikan kepada Menteri Keuangan, Menteri BUMN, Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi keuangan, Menteri Ketenagakerjaan dengan berkoordinasi bersama Menteri PUPR. Sementara dalam PP Nomor 21 Tahun 2024, kewenangan tersebut diberikan kepada Menteri Keuangan, Menteri Ketenagakerjaan, Komisioner BP Tapera berkoordinasi dengan dengan Menteri PUPR.