Kopi Tuku Beli Hak Penamaan Stasiun MRT Cipete Raya

Mela Syaharani
16 Januari 2025, 16:03
kopi tuku, mrt, mrt cipete raya
ANTARA FOTO/Aditya Nugroho/app/rwa.
Stasiun MRT Cipete Raya akan berganti nama dengan pembelian hak penamaan oleh Kopi Tuku.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Jaringan toko kopi lokal, TUKU membeli penamaan atau naming rights Stasiun MRT Cipete Raya, Jakarta. Hal ini dikonfirmasi oleh Corporate Secretary Division Head PT MRT Jakarta (Perseroda) Ahmad Pratomo.

“Betul, TUKU membeli naming rights di Stasiun MRT Cipete Raya,” kata Ahmad atau pria yang akrab disapa Tomo saat dihubungi Katadata.co.id pada Kamis (16/1).

Kopi Tuku adalah pelopor kopi susu gula aren yang kini menjadi tren di Indonesia. Gerai Tuku sempat viral setelah dikunjungi langsung oleh Presiden Joko Widodo pada 2017.  Tuku saat ini memiliki puluhan cabang yang tak hanya tersebar di Jabodetabek, tetapi juga di kota-kota besar lainnya. 

Penamaan Stasiun MRT Cipete Raya TUKU ini sebelumnya sudah menjadi perbincangan di sosial media X sejak beberapa hari lalu. Meski terkonfirmasi benar, Namun Tomo enggan menjelaskan lebih jauh rincian penamaan Stasiun MRT Cipete Raya TUKU. 

“Kalau untuk periode naming rightsnya nanti ya, pada saat launching di sekitar akhir Januari 2025,” ujarnya.

Dilansir dari laman resminya, hingga saat ini, tercatat ada delapan stasiun MRT Jakarta lainnya yang telah mendapatkan penamaan, yaitu Stasiun Lebak Bulus Grab, Fatmawati Indomaret, Blok M BCA, Senayan Mastercard, Istora Mandiri, Setiabudi Astra, Dukuh Atas BNI, dan Bundaran HI Bank DKI. 

Kontribusi Naming Rights

Dilansir dari Antara, Direktur Utama PT MRT Jakarta sebelumnya, William Sabandar pada November 2019 mengatakan hak penamaan termasuk salah satu kontribusi terbesar dari sisi pendapatan nontiket (non-farebox) yakni mencapai 33%, setelah periklanan 55%.

Dia menyontohkan, nilai kontrak hak penamaan Stasiun Lebak Bulus oleh Grab, yakni Rp 33 miliar setahun.

“Untuk itu, naming rights ini harus kita pacu untuk menambah pendapatan dari sisi non-farebox,” katanya dikutip dari Antara.

William mengatakan, sumber pendapatan dari non-tiket sebesar Rp225 miliar, lebih besar dibandingkan dengan pendapatan dari tiket atau farebox senilai Rp 180 miliar hingga akhir 2019.

Dari pendapatan non-tiket itu, kontribusi paling besar, yakni periklanan 55%, hak penamaan stasiun (naming rights) 33%, telekomunikasi dua persen dan retail serta Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) 1 %.

Adapun untuk 9% lainnya bersumber dari bunga bank dan selisih kurs senilai Rp40 miliar.

Reporter: Mela Syaharani
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...