Pemerintah Ingin Ada ATM Emas di Mal, Apa Bedanya dengan Mesin Jual Beli?
Pemerintah ingin Indonesia memiliki mesin ATM emas pertama di dunia yang akan ditempatkan di pusat perbelanjaan atau mal. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, ini adalah langkah lanjutan dari peluncuran bank bullion oleh Presiden Prabowo Subianto pekan ini, Rabu (26/2).
Apa bedanya dengan mesin jual beli emas yang sudah tersedia saat ini?
ATM emas akan berbeda dari mesin jual emas yang sudah tersedia saat ini. Beberapa entitas kini telah mengoperasikan mesin jual otomatis emas batangan.
"Mereka yang menabung emas di BSI bisa mengambil emasnya melalui ATM emas yang tinggal dicetak," kata Airlangga di Jakarta Barat, Jumat (28/2).
Airlangga menjelaskan, ATM emas akan dioperasikan oleh PT Bank Syariah Indonesia Tbk. Menurut dia, fungsi ATM emas tidak jauh berbeda dengan ATM konvensional dimanfaatkan untuk mengambil dan menyetor uang kartal. ATM emas nantinya dapat mencetak emas sesuai dengan permintaan dan debit nasabah.
Ia menilai keberadaan ATM emas menjadi penting lantaran nasabah dapat memverifikasi tabungannya. Dengan demikian, Airlangga menilai ATM emas dapat langsung meningkatkan minat menabung emas batangan naik.
"Kalau ATM emas bice mencetak emas dan langsung keluar, tambah yakin ibu-ibu untuk menabung emas batangan," katanya.
Pengoperasian ATM emas, menurut dia, dapat berkontribusi pada pertumbuhan industri ritel di dalam negeri. Pada saat yang sama, konsolidasi emas yang disimpan oleh masyarakat kepada pemerintah dapat memperkuat fundamental perekonomian nasional.
Airlangga mencatat. total emas yang dikuasai masyarakat saat ini mencapai 1.800 ton, sedangkan emas yang tercatat secara aset pemerintah hanya 201 ton. Secara rinci, pemerintah memegang emas melalui Bank indonesia sejumlah 80 ton, Pegadaian sebanyak 100 ton, dan BSI sekitar 17,5 ton.
Ia menjelaskan, emas yang dicatat sebagai aset pemerintah pada akhirnya dapat memperkuat sistem perbankan di dalam negeri. Hal tersebut dinilai penting untuk menjaga ketangguhan finansial negara saat diterpa krisis finansial.
"Pada pengalaman krisis 1998, sebenarnya perekonomian Indonesia mau take-off. Namun akhirnya Indonesia terpukul krisis karena sektor perbankannya yang lemah selain karena transaksi mata uang asing," ujarnya.
