Menteri Nusron Tegaskan Pembangunan Rumah Tidak Boleh Gunakan Lahan Sawah


Menteri Agraria dan Tata Ruang Nusron Wahid menegaskan bahwa penetapan sawah sebagai Lahan Sawah Dilindungi (LSD) sangat penting untuk mencegah alih fungsi lahan menjadi permukiman atau kawasan industri.
"Status LSD harus diterapkan agar pembangunan tiga juta rumah per tahun dan program hilirisasi tidak mengganggu produksi pangan nasional," ujar Nusron di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Selasa (18/3).
Ia menyoroti bahwa lahan sawah tanpa status LSD sangat rentan terhadap program pembangunan tersebut. Menurut Nusron, program tiga juta rumah terdiri dari rumah murah, sehingga tanah dengan harga paling murah, seperti sawah berisiko tinggi dialihfungsikan. "Karena itu, pemerintah harus menetapkan titik LSD untuk menjaga luas sawah," ujarnya.
Meski demikian, Nusron menyatakan bahwa pihaknya tetap mendukung program pembangunan rumah dengan menawarkan tanah terlantar seluas 77.000 hektare. Tanah terlantar adalah lahan yang tidak dimanfaatkan sesuai peruntukannya atau tidak diusahakan sama sekali.
Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman saat ini tengah mengkaji daftar bidang tanah yang disediakan. Namun, Nusron menekankan bahwa tidak semua lahan terlantar dapat dimanfaatkan untuk perumahan.
"Semua lahan terlantar itu sifatnya potensial, tetapi belum tentu lokasinya cocok dengan status lahannya," katanya.
Nusron juga menyatakan bahwa pihaknya akan langsung menyediakan tanah untuk program tiga juta rumah. Ia menilai pembentukan Bank Tanah khusus perumahan tidak akan efektif karena aset yang tersedia masih terbatas.
Saat ini, Bank Tanah memiliki total persediaan lahan sebesar 33.115,6 hektare. Lokasi tanah terluas yang dikelola Bank Tanah berada di Poso, Sulawesi Tengah, dengan luas mencapai 6.647 hektare.
"Pembentukan Bank Tanah khusus perumahan dari Bank Tanah eksisting tidak akan menambah banyak lahan yang tersedia. Selain itu, kebutuhan rumah untuk program ini juga tidak terlalu besar," kata Nusron.
Memanfaatkan Tanah Sitaan Negara
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait menyatakan akan memanfaatkan tanah sitaan negara untuk membangun rumah dalam program tiga juta unit pada 2025. Strategi ini bertujuan untuk memperbesar kontribusi anggaran negara dan menekan harga pembangunan properti hingga 40%.
Salah satu lahan yang akan digunakan adalah tanah sitaan dalam kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di Bekasi, Jawa Barat. Kementerian Keuangan mencatat setidaknya terdapat 241 bidang tanah dengan luas total 89 hektare yang disita dari kasus BLBI.
"Kami akan melihat tanah di Bekasi yang menjadi sitaan kasus BLBI. Itu tanah milik negara yang menganggur dan sudah siap untuk dibangun," ujar Maruarar di Gedung Kementerian Keuangan, Kamis (20/2).
Namun, beberapa pengembang mengaku pesimistis terkait rencana penggunaan tanah sitaan untuk proyek ini. Meski demikian, Maruarar tetap optimistis terhadap implementasi program tersebut.
"Sampai saat ini saya optimistis terkait implementasi program tiga juta rumah. Tunggu tanggal mainnya ya," katanya.