Ayam Penyet Jadi Obat Rindu: Mahasiswa Indonesia Bangun Restoran di Turki


Di tengah salju Ankara, Turki, yang menusuk tulang, aroma ayam penyet dan rendang menyeruak dari restoran Indonesia ID.FOOD di jalanan bersalju. Pelayan tampak hilir mudik mengantar makanan khas Indonesia di balik dinding kaca toko.
Bangunan satu lantai itu menjadi satu-satunya tempat yang ramai dikunjungi di sepanjang deretan toko di Jalan Dede Efendi, Cebeci, Çankaya, Ankara yang diselimuti salju pada 11 April.
ID.FOOD merupakan kafe dan restoran makanan khas Indonesia yang dikelola sejumlah mahasiswa Tanah Air yang menempuh pendidikan di Turki. Aroma rempah menyeruak dari toko ini di tengah suhu minus dua derajat celsius.
Kafe itu menyajikan makanan dengan bumbu khas nusantara seperti bawang, kunyit, cengkih, jahe, serai, dan lengkuas. Setelah digiring masuk oleh aroma yang khas, pengunjung akan disajikan suasana interior bernuansa batik, ornamen wayang, dan peta Indonesia yang menempel di dinding.
Di balik keramaian ID.FOOD di tengah udara dingin yang menggigit kulit, terlihat seseorang yang paling sering berlalu-lalang yakni Mohamad Amin. Mahasiswa semester akhir Jurusan Sejarah Turki Universitas Ankara ini sibuk melayani pelanggan, memantau meja kasir, mengurus dapur hingga mengantar pesanan kepada pelanggan.
Bagi Amin, ID.FOOD adalah rumah dan tempat dirinya mencari nafkah selama merantau di Turki. Laki-laki kelahiran Bangkalan pada 1999 itu juga menikmati kebersamaan dengan sesama perantau asal Indonesia lainnya di Turki lewat ID.FOOD.
“Kami rindu masakan Indonesia, sehingga berusaha mewujudkan itu semua. Jadi, ID.FOOD ini sebenarnya bukan sekadar bisnis, tetapi juga rumah bagi mahasiswa Indonesia di Turki,” kata Amin saat berbincang dengan Katadata.co.id, pada 11 April.
Amin menguraikan varian menu yang ada di ID.FOOD antara lain rendang, bakso, mi yamin hingga bubur ketan hitam. Masakan populer dengan angka pemesanan tertinggi yakni geprek dan ayam penyet.
Dua menu andalan tersebut diberi format nama dari unsur khas Indonesia seperti Ayam Penyet Otto Iskandar, Penyet Tan Malaka Spesial, Ayam Geprek Gajah Mada, Geprek Majapahit dan Geprek Nusantara.
Harga makanan yang ditawarkan cenderung terjangkau untuk mahasiswa. Ayam Geprek Gajah Mada misalnya, dibanderol 150 lira atau Rp 66.450 (kurs Rp 443 per lira) per porsi. Bakso dihargai Rp 88.600 dan nasi rendang komplit Rp 117 ribu.
Amin mengatakan rata-rata omset harian ID.FOOD menyentuh 25 ribu lira atau Rp 11 juta. “Pasar utamanya adalah orang Indonesia. Untuk orang asli Turki, masih perlu waktu, karena mereka tidak terbiasa dengan bumbu rempah,” ujarnya.
Kisah ID.FOOD: Dari Dapur Pesantren ke Turki
Setelah mempersilakan saya duduk, Amin menjelaskan asal mula berdirinya ID.FOOD. Alumni Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata, Pamekasan, Madura ini bercerita ID.FOOD berdiri sejak 2023.
Bisnis ID.FOOD awalnya hanya melayani pembelian pra-pesan atau pre-order selama dua bulan.
Pemilik ID.FOOD ada tiga, yakni Amin beserta suami istri yang tinggal di Turki. Istri berkewarganegaraan Indonesia, sementara suami warga lokal.
Pasangan itu memiliki putri bernama Muthia Fatimah, yang juga merupakan kolega Amin saat masih menjalankan ID.FOOD secara pre-order.
Amin tidak berkontribusi dalam bentuk uang tunai saat mendirikan ID.FOOD hingga saat ini. Dia berperan pada aspek non-finansial seperti menciptakan resep makanan, sekaligus menjadi juru masak yang terlibat langsung dalam aktivitas dapur.
Keahlian memasak diperoleh ketika menimba ilmu di pondok pesantren. Kehidupan saat itu menuntut kemandirian diri, karena jauh dari orang tua.
Amin mengenang saat dirinya memasak di dapur pondok pesantren beratap terbuka. “Saya pernah memasak sendiri saat hujan. Mungkin karena ini barokah dari pesantren, saya bisa menjadi pemilik tanpa mengeluarkan uang. Akan tetapi, saya mempunyai resep,” kata dia.
Perbincangan saya dengan Amin sempat terjeda seiring bertambahnya jumlah pelanggan menjelang sore. Situasi ini menuntut adanya tenaga tambahan di dapur. Ia lantas meminta izin meninggalkan sesi wawancara untuk kembali ke dapur sesaat.
Misi Kebangsaan ID.FOOD di Negeri Orang
Amin kembali ke sesi wawancara dengan tersenyum. Dia melanjutkan dengan memberikan penjelasan ihwal nama ID.FOOD.
Pemilihan nama tersebut terbilang cukup sederhana. “Supaya mudah dikenal, maka dipilih ID.FOOD. Artinya makanan Indonesia,” kata Amin.
Restoran ID.FOOD nampaknya menjadi tamasya kuliner bagi keluarga Indonesia yang merindukan Tanah Air. ID.FOOD beroperasi setiap hari mulai pukul 12 siang hingga 10 malam.
Tenaga kerja dan personel restoran mayoritas yakni mahasiswa-mahasiswi asal Indonesia, sehingga jadwal kerja menyesuaikan agenda perkuliahan masing-masing.
Amin menyampaikan ID.FOOD berniat memperluas variasi menu makanan seperti gado-gado, ayam geprek bakar keju hingga cilok. “Utamanya, untuk menu ayam geprek, ingin kami terus kembangkan,” ujarnya.
Lokasi ID.FOOD berjarak tiga kilometer dari Masjid Melike Hatun, salah satu ikon kondang di Ankara. Masjid ini terletak di Lapangan Erbakan, kawasan Ulus, pusat kota Ankara.
Masjid berkapasitas sekitar tujuh ribu jemaah itu berada di sebelah timur Boulevard Atatürk dan dekat dengan Taman Gençlik, taman umum terbesar di Ibu Kota Turki, Ankara.
Nama Masjid Melike Hatun diambil dari nama perempuan kaya yang dermawan di era Kesultanan Utsmaniyah abad ke-14. Ia dikenal karena membangun banyak madrasah, pemandian, taman, dan masjid di Ankara.
Dekat dari ikon tersebut, Amin menyisipkan dekorasi berupa papan kayu kecil yang identik dengan setiap provinsi di Indonesia. Ornamen diletakan di atas meja pelanggan, tepatnya di samping wadah bumbu pelengkap dan kotak tisu.
“Dengan menempatkan dekorasi ini, kami ingin memperkenalkan Indonesia kepada orang asing,” kata Amin.
Setelah percakapan berhenti pukul 15.30 sore, Amin sedikit berlari kembali menuju dapur untuk menyediakan pesanan para tamu.
Di tengah hiruk-pikuk kota asing dan suhu beku, ID.FOOD menjadi hangatnya rumah bagi mereka yang rindu Indonesia. Dan bagi Amin, ini bukan hanya dapur, tapi mimpi yang dimasak perlahan, dengan cinta, rempah, dan semangat perantau.