Daya Beli Lesu, Pengusaha Ritel Minta Pemerintah Berikan BLT Voucher Belanja

Andi M. Arief
6 Mei 2025, 18:10
hippindo, ritel, daya beli
ANTARA FOTO/Muhammad Izfaldi/agr
Pengunjung memilih sepatu di salah satu store di kawasan Bencoolen Mall, Kota Bengkulu, Bengkulu, Jumat (28/3/2025). Sejumlah pusat perbelanjan di Bengkulu menawarkan diskon atau potongan harga barang hingga 70 persen dalam menyambut Hari Raya Idul Fitri.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia atau Hippindo memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional masih akan melambat dan belum menembus 5% pada kuartal kedua tahun ini. Untuk itu, para pengusaha ritel mendorong pemerintah untuk memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) berupa voucher belanja.

Ketua Umum Hippindo, Budihardjo Iduansjah, menjelaskan volume dan nilai transaksi pada kuartal setelah Ramadan umumnya akan lebih rendah. Hal tersebut diperburuk dengan minimnya momentum lonjakan transaksi pada April-Juni 2025.

"Kami berharap pemerintah memberikan stimulus daya beli berupa BLT ke masyarakat kelas bawah dalam bentuk voucher belanja. Dengan demikian, ibu-ibu mendapatkan daya beli untuk belanja," kata Budihardjo di Gedung SMESCO, Jakarta, Selasa (6/5).

Selain itu, dia mendorong agar pemerintah menghentikan kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan sejak awal tahun ini. Salah satu kebijakannya adalah pemangkasan anggaran perjalanan dinas hingga 50%.

Alhasil, Budihardjo memastikan kegiatan transaksi ke konsumen akan lesu pada kuartal kedua tahun ini. Namun, dia memproyeksikan transaksi antar bisnis atau B2B akan tumbuh pada kuartal kedua tahun ini.

Budihardjo menjelaskan peningkatan transaksi B2B terjadi lantaran produsen dan peritel akan melakukan inovasi untuk menjaga daya beli di pasar. Dia mencontohkan target nilai transaksi dalam ajang Inabuyer 2025 naik dari Rp 1,5 triliun pada tahun lalu menjadi Rp 2 triliun.

"Pengusaha akan mencari peluang atau pasar baru saat transaksi konsumen lesu. Konsumsi rumah tangga pasti turun setelah Lebaran 2025, itu wajar, tapi tidak untuk transaksi B2B," katanya.

Budihardjo memprediksi lapangan usaha ritel masih mencatatkan pertumbuhan positif pada sektor tertentu. Sektor yang akan mengalami pertumbuhan adalah minimarket sebesar 9% dan produk personal care hingga 10%.

Namun, lanjutnya, bisnis ritel di luar kota besar akan mengalami pertumbuhan, sedangkan di kota besar diprediksi gulung tikar. Hal tersebut didorong oleh pengaturan transaksi daring yang kurang ketat.

Selain itu, Budiharjo menilai penutupan gerai ritel modern di kota besar terjadi karena tingginya daya saing. "Misalnya, ritel modern yang tutup hanya punya 10 gerai dan tidak bisa bersaing dengan ritel modern dengan jumlah gerai yang banyak," ujarnya.

Peluang Investasi

Budihardjo mengatakan salah satu pendorong penurunan transaksi ritel disebabkan oleh peningkatan tarif di Amerika Serikat. Namun, Budihardjo menilai kebijakan di Negeri Paman Sam dapat menguntungkan industri ritel di dalam negeri.

Sebab, peningkatan tarif tersebut telah membuat sebagian industri asal Cina merelokasi pabriknya ke dalam negeri. Dia mencatat telah ada beberapa pabrik plastik hilir, elektronik, dan makanan sedang melakukan penjajakan pendirian pabrik di dalam negeri.

"Investor paling banyak dari Cina, sedang mencari mitra untuk investasi di dalam negeri. Sebab, tarif produk asal Indonesia di Amerika Serikat hanya 32%," katanya.

Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani mengungkapkan empat perusahaan Cina berkomitmen untuk berinvestasi total US$ 7,46 miliar atau Rp 120,9 triliun (Rp 16.219 per US$) di Indonesia. Ini merupakan hasil kunjungan kerja ke Tiongkok pada akhir tahun lalu.

Rosan melaporkan itu kepada Presiden Prabowo Subianto dalam rapat terbatas di Istana Merdeka Jakarta, Kamis (2/1).  Empat perusahaan asal Cina itu berasal dari berbagai sektor, mulai dari otomotif, produsen fiberglass, polyethylene terephthalate atau PET resin, panel surya dan perusahaan budidaya perikanan.

Rosan memberikan bocoran terkait investasi di sektor otomotif, yakni dari perusahaan kendaraan listrik BYD Auto. BYD bakal membangun fasilitas produksi kendaraan listrik di Kawasan Industri Subang Smartpolitan.

“BYD diharapkan investasi untuk manufacturing dimulai awal tahun depan,” kata Rosan.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan