Kemendag Targetkan 3 Perjanjian Dagang Baru Resmi Disepakati Akhir Tahun Ini
Kementerian Perdagangan menargetkan penandatanganan tiga perjanjian kerja sama perdagangan dengan negara lain hingga akhir tahun ini. Ketiganya merupakan perjanjian kerja sama dengan Kanada, Uni Ekonomi Eurasia (EAEU), dan Tunisia.
Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional Djatmiko Bris Witjaksono mengatakan perjanjian ini sudah diselesaikan, namun belum ditandatangani oleh kedua negara.
“Nah tiga ini menunggu untuk ditandatangani. Berikutnya EAEU yang akan diselesaikan,” kata Djatmiko dalam media briefing di Kementerian Perdagangan, Selasa (12/8).
EAEU merupakan singkatan dari The Eurasian Economic Union, beranggotakan negara seperti Rusia, Belarus, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Armenia.
Dia mengatakan ketiga perjanjian ini akan membuat daya saing Indonesia menguat dan semakin baik di kawasan-kawasan tersebut.
Selain EAEU, Indonesia juga telah menyelesaikan perjanjian dagang dengan Tunisia. Djatmiko mengatakan, terjalinnya perjanjian dagang ini dilatar belakangi oleh lokasi Tunisia.
“Tunisia posisinya sangat strategis, di kawasan Maghribi dengan Maroko, Al-Jazair, Senegal, Libya, Mesir, dan sebagainya,” ujarnya.
Dia menyebut jenis kerja sama yang didorong dengan Tunisia berkaitan pembangunan infrastruktur. Dia menyebut sebelumnya Indonesia dan Tunisia sudah memiliki perjanjian dagang berbentuk preferential trade agreement (PTA).
Selain tiga perjanjian tersebut, Djatmiko mengatakan Indonesia juga sedang berunding untuk melakukan perjanjian perdagangan dengan negara Arab di Teluk Persia atau GCC seperti Uni Emirat Arab dan lain-lain.
Tandatangan Perdagangan Indonesia-Peru
Kemarin, Menteri Perdagangan, Budi Santoso telah menandatangani Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan Peru atau IP-CEPA di Istana Kepresidenan Jakarta. Budi mengatakan komoditas yang akan menjadi andalan untuk masuk ke pasar Peru adalah kendaraan bermotor, alas kaki, dan rantai pendingin.
Budi menilai momentum penyelesaian IP-CEPA menjadi baik untuk Indonesia mengingat nilai perdagangan antara kedua negara yang dinilai kecil. Dengan demikian, kedua negara dapat mudah memperbarui perjanjian dagang yang ingin ditambah pada masa depan.
"Kalau menunggu nilai perdagangan besar, susah penambahan komoditas yang diperdagangkan. Karena sudah ada CEPA, penambahan kemudahan komoditas atau pekerjaan dapat lebih mudah," kata Budi di Istana Kepresidenan, Senin (11/8).
Budi mengatakan, penambahan perjanjian dagang terkait komoditas tertentu dapat dilakukan jika sudah ada perjanjian CEPA. Menurutnya, hal yang sama diberlakukan dalam perjanjian CEPA lainnya.
Budi mengatakan Peru berpotensi menjadi hub produk asal Indonesia di Amerika Latin. Walau demikian, Budi mengatakan tujuan utama IP-CEPA adalah penetrasi pasar Peru karena Indonesia telah memiliki Indonesia-Chile CEPA yang berlaku pada 2019.
Budi menargetkan IP-CEPA baru dapat terimplementasi setelah proses ratifikasi di DPR rampung pada Agustus 2026. Dia optimistis implementasi IP-CEPA dapat mendongkrak nilai perdagangan Indonesia dan Peru lebih dari 30%. Nilai perdagangan Indonesia-Peru naik sekitar 35% secara tahunan pada tahun lalu menjadi US$ 480 juta atau sekitar Rp 7,82 triliun. Total surplus Indonesia dalam transaksi tersebut mencapai US$ 181 juta atau hampir Rp 3 triliun.
