RI dan Negara ASEAN Diminta Perkuat Integrasi agar Kuasai Rantai Pasok Global

Ameidyo Daud Nasution
28 September 2025, 07:00
rantai pasok, asean, industri
Katadata
Managing Partner Roland Berger Southeast Asia, John Low (kiri) saat pemaparan media di Kuala Lumpur, Malaysia, Kamis (25/9). Foto: Ameidyo Daud/Katadata
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Kuala Lumpur - Rantai pasok global saat ini tengah terdampak situasi di sejumlah negara seperti Amerika Serikat dan Cina. Dengan kondisi ini, Asia Tenggara diharapkan bisa mengambil banyak keuntungan dan menjadi pemain kunci global.

Lembaga konsultasi Roland Berger juga menyarankan agar negara-negara yang tergabung dalam ASEAN memperkuat integrasi ekonomi. Managing Partner Roland Berger Southeast Asia, John Low mengatakan ASEAN bisa memperkuat kerja sama dari sisi pemerintahan hingga korporasi.

Dia mengatakan, pada 1990 hingga 2008, Cina telah menikmati industrialisasi usai pergeseran manufaktur dari Jepang, Amerika Serikat, hingga Eropa. Namun, saat ini kekuatan manufaktur pelan-pelan akan bergeser ke Asia Tenggara dan Asia Selatan.

Alasannya, karena Cina saat ini berfokus mengembangkan industri yang lebih berbasis teknologi dan inovasi. Negeri Panda juga menghadapi tantangan seperti relokasi industri dan tarif impor yang dikenakan Amerika Serikat. 

"Berdasarkan skenario ini, bagaimana kita bisa bekerja sama sebagai ASEAN," kata John Low dalam sebuah diskusi yang digelar di Kuala Lumpur, Malaysia, Kamis (25/9).

Ia mengatakan, ketimbang terlalu fokus kompetisi, beberapa negara ASEAN bisa berkolaborasi dalam beberapa bidang. Salah satu contohnya adalah dalam bidang riset dan penelitian atau R&D.

Contoh lainnya adalah bagaimana setiap negara ASEAN bisa menawarkan komoditas berbeda ketimbang saling bersaing dalam satu komoditas saja. Low mencontohkan, hal ini terlihat dalam industri semikonduktor.

"Saya pikir setiap negara harus berpikir bagaimana mereka bisa menawarkan sesuatu yang berbeda dari kompetitor," kata Low.

Pabrik otomotif
Pabrik otomotif (Arief Kamaludin|KATADATA)

Low mengatakan, mempererat integrasi adalah salah satu hal yang penting bagi ASEAN untuk menghadapi pergeseran rantai pasok. Apalagi menurutnya, Asia Tenggara memiliki 700 juta penduduk yang merupakan potensi pasar besar.

"Kita bisa berpikir tentang hal-hal yang bisa membantu kita secara internal, karena kita memiliki pasar konsumen yang besar," katanya.

Memperkuat kerja sama adalah salah satu kunci transformasi dari negara-negara Asia Tenggara pada khususnya. Faktor lainnya adalah memastikan negara-negara tersebut tak hanya bergantung pada produksi komoditas bernilai rendah, namun perlu masuk pada barang dengan kualitas lebih tinggi.

Oleh sebab itu, Low menekankan pentingnya menarik lebih banyak investasi dalam riset dan pengembangan. Hal ini menurutnya penting, karena teknologi akan menjadi kunci dalam kemandirian ekonomi.

Dia mencontohkan, Cina saat ini enggan bergantung kepada teknologi Amerika Serikat. "Kita perlu memindahkan lebih banyak R&D, lebih banyak produk teknologi tinggi, lebih banyak pekerjaan yang berkualitas yang lebih tinggi," katanya.

Kekuatan dan Kelemahan Negara ASEAN

Studi yang dilakukan Roland Berger juga menunjukkan beberapa kekuatan, kelemahan, hingga kebijakan untuk mendukung masing-masing negara Asia Tenggara menjadi pusat rantai pasok dunia.

Sebagai contoh, Indonesia yang memiliki porsi Pendapatan Domestik Bruto (PDB) 36% dari ASEAN memiliki kekuatan sebagai penghasil 42% nikel dunia. Nikel merupakan komponen penting dalam pembuatan baterai kendaraan listrik. 

Meski demikian, RI masih mempunyai kelemahan karena ranking logistik yang relatif rendah yakni 61 dunia. Indonesia juga dinilai memiliki aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang kompleks.

Sedangkan Malaysia merupakan negara yang memiliki kelebihan sebagai salah satu sentra produksi semikonduktor dunia. Dari data Roland Berger, sepertiga ekspor barang berkategori Outsourced Semiconductor Assembly and Test (OSAT) berasal dari negara tersebut.

Meski demikian, menurut studi Roland Berger, Malaysia dinilai masih memiliki tantangan seperti kekurangan tenaga kerja ahli hingga tekanan dari kenaikan upah pekerja.

Adapun, Vietnam memiliki kekuatan sebagai salah satu pusat manufaktur dengan upah pekerja yang kompetitif. Negara tersebut juga menerima dengan total nilai US$ 38 miliar. Namun, tantangannya adalah ongkos logistik yang tinggi hingga dampak pengenaan tarif dari Amerika Serikat.

Studi Roland Berger juga menunjukkan bahwa Thailand memiliki kekuatan sebagai salah satu pusat manufaktur otomotif. Namun, inefisiensi proses bea cukai hingga kenaikan upah pekerja dinilai menjadi tantangan.

Sedangkan Filipina memiliki kekuatan pekerja berbahasa Inggris hingga basis industri elektronik. Namun, tantangan negara tersebut adalah tingginya tarif energi hingga infrastruktur yang belum merata.

Adapun, Singapura dinilai sebagai negara yang punya kekuatan finansial, teknologi, hingga logistik kelas dunia. Arus investasi ke jiran RI itu juga mencapai 75% dari modal masuk ke Asia Tenggara. Namun, kelemahan Negeri Singa adalah tingginya ongkos operasional hingga permintaan lokal yang dinilai lemah.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...