Ada 3 Syarat Sulit, Eksportir Ragukan Efektivitas Perjanjian IEU-CEPA

Andi M. Arief
16 Oktober 2025, 17:07
ieu-cepa, uni eropa
ANTARA FOTO/Maulana Surya/nz. *** Local Caption ***
Ilustrasi produk-produk furnitur kualitas ekspor yang dipamerkan di Sentra IKM Srikayu, Gilingan, Solo, Jawa Tengah, Senin (13/10/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia atau GPEI meragukan efektivitas Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan Uni Eropa atau IEU-CEPA. Sebab, ada beberapa syarat yang menyulitkan eksportir lokal dalam perjanjian tersebut.

Ketua Umum GPEI, Benny Sutrisno mencatat setidaknya ada tiga syarat bagi eksportir lokal untuk memanfaatkan IEU-CEPA, yakni penggunaan energi hijau, sertifikasi lingkungan, dan standar Eropa. Penggunaan energi hijau pada setiap produk lokal yang masuk Benua Biru menjadi syarat tersulit.

"IEU-CEPA yang akan diterapkan pada awal 2027 mensyaratkan penggunaan energi hijau pada produk yang diekspor ke Eropa. Apakah kita sudah menyiapkan energi hijau itu?" kata Benny di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Kamis (16/10).

Ia melihat volume produk ekspor hasil energi hijau masih sedikit. Penyebabnya, bauran energi hijau ke total pasokan energi nasional baru mencapai 14,68% pada tahun lalu .

Selain itu, penerapan IEU-CEPA tidak menghapus implementasi Undang-Undang Deforestasi Eropa atau EUDR. Dengan demikian, tujuh komoditas asal Indonesia masih dikenakan bea masuk sebesar 3%, yakni minyak sawit mentah, kakao, kopi, karet, kayu, kedelai, dan ternak.

Untuk diketahui, implementasi EUDR diundur dari awal tahun depan menjadi berbarengan dengan IEU-CEPA pada awal 2027. Benny memperkirakan ekspor pangan ke Eropa akan terhambat lantaran mayoritas pekebun kopi maupun kakao belum dapat membuktikan tidak berdiri di atas bekas kawasan hutan.

Terakhir, Benny menemukan IEU-CEPA belum membahas secara rinci terkait standar yang dikenakan pada produk Indonesia di Eropa. Salah satu standar yang disoroti Benny adalah perhitungan konten lokal antara Eropa dan Indonesia.

"Masih banyak detail perjanjian yang harus dibahas, salah satunya bagaimana perhitungan konten lokal agar sebuah barang bisa dikatakan dibuat di Indonesia. Sebab, tidak semua bahan baku manufaktur berasal dari dalam negeri," katanya.

Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza mengatakan  implementasi IEU-CEPA dapat terganjal oleh penggunaan energi hijau. Karena itu, pihaknya telah berkoordinasi dengan PLN terkait penyediaan energi hijau untuk sektor manufaktur.

Ia juga telah berdiskusi dengan Pertamina dalam penyediaan harga gas bumi tertentu. Faisol mengaku pasokan gas yang terbatas membuat volume HGBT yang tersedia rendah. "Memang perusahaan gas penyedia HGBT belum bisa memenuhi seluruh kebutuhan pabrik. Namun penyediaan ini harus dilakukan dan diselesaikan secepatnya," katanya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Andi M. Arief
Editor: Sorta Tobing

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...