Kemenhub Usul Dana Alokasi Daerah Dipangkas Jika Transportasi Umum Tak Memadai

Andi M. Arief
16 Desember 2025, 21:42
Sejumlah aktivis dari Koalisi Emisi Bebas Emisi 2050 menggelar aksi pada Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di Kawasan Bundaran HI, Jakarta Pusat, Minggu (19/10/2025). Pada aksinya mereka mendukung Indonesia bebas emisi 2050 dengan mengajak masyarakat u
ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/foc.
Sejumlah aktivis dari Koalisi Emisi Bebas Emisi 2050 menggelar aksi pada Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di Kawasan Bundaran HI, Jakarta Pusat, Minggu (19/10/2025). Pada aksinya mereka mendukung Indonesia bebas emisi 2050 dengan mengajak masyarakat untuk mengurangi emisi karbon dan menggunakan transportasi umum.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Biaya transportasi masyarakat Indonesia bisa menggerus hingga 20% pendapatan bulanan. Karena itu, Kementerian Perhubungan atau Kemenhub mendorong warga untuk menuntut pemerintah daerah menyediakan transportasi umum yang layak, bahkan mengusulkan pemangkasan transfer ke daerah jika pemda terus abai.

Staf Ahli Bidang Teknologi dan Energi Kemenhub Suharto mengatakan masyarakat memiliki hak untuk menuntut layanan transportasi umum kepada pemerintah daerah. Suharto bahkan mengusulkan agar Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus ke daerah dipangkas sebelum layanan transportasi umum yang baik tersedia.

"Sejak 1965 sampai sekarang perubahan layanan angkutan umum yang nyaman dan terjangkau tidak seperti yang diharapkan. Padahal, layanan angkutan umum adalah salah satu upaya untuk mengentaskan kemiskinan," kata Suharto dalam diskusi publik Intrans, Selasa (16/12).

Suharto menjelaskan kewajiban pemerintah daerah memberikan layanan transportasi umum telah ditetapkan sejak dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1965 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya. Kebijakan tersebut kini telah direvisi tiga kali dan kini menjadi Undang-Undang No. 22 Tahun 2009.

Suharto mencatat biaya transportasi umum di dalam negeri sangat bervariasi, yakni 12% sampai 20% dari total pendapatan bulanan masyarakat. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari imbauan Bank Dunia, yakni di bawah 10%.

Suharto berargumen pemerintah pusat telah menstimulasi pemerintah daerah untuk memberikan layanan transportasi umum melalui program buy-the-service atau BTS. Menurutnya, program tersebut berhasil menekan penggunaan sepeda motor dari 72% pada 2023 di daerah BTS menjadi 69% pada tahun lalu.

Namun, dia menekankan program BTS bersifat sementara lantaran dirancang sebagai tahap uji coba selama 3 tahun bagi pemda untuk menyediakan layanan transportasi umum. Keberhasilan program BTS hanya mampu memicu 42 dari 514 pemerintah daerah untuk menyediakan layanan transportasi umum.

"Saat ini baru 42 pemerintah daerah atau 8% dari total pemerintah daerah yang menyelenggarakan layanan transportasi umum seperti program BTS," katanya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Integrasi Transportasi dan Multimoda, Risal Wasal memaparkan biaya transportasi berkontribusi sebesar 12,46% dari biaya hidup bulanan. Adapun biaya transportasi terbesar ditemukan di Kota Bekasi atau senilai Rp 1,91 juta per bulan.

Capaian Kota Bekasi diikuti oleh Depok senilai Rp 1,8 juta per bulan, Surabaya senilai Rp 1,62 juta per bulan, dan Jakarta senilai Rp 1,59 juta per bulan. Risal mengatakan kondisi tersebut disebabkan oleh tingginya biaya transportasi dari dan menuju transportasi umum.

"Pengguna transportasi umum dari stasiun atau terminal harus naik ojek ke kantor. Kalau dia bawa mobil ke stasiun harus bayar parkir dan tarifnya mahal. Biaya dari dan menuju transportasi umum itu yang harus kami perbaiki," kata Risal di kantornya, Kamis (31/7).


Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...